KedaiPena.com – Anggota Komisi III DPR Aboebakar Al-Habsyi mengatakan, tidak ada yang salah dari pernyataan Kapolri Jendral, Tito Karnavian perihal fatwa MUI bukanlah sumber di Indonesia.
Sebab, aturan hukum di Indonesia dibuat berdasarkan TAP MPR No III Tahun 2000 dan UU No 12 Tahun 2011. Di dalamnya, fatwa MUI bukan salah satu instrumen hukum. Jadi tidak bisa dijadikan rujukan dalam pembentukan hukum positif.
“Yang perlu dipahami, fatwa MUI ada guide lines untuk umat Islam. MUI memiliki tanggung jawab untuk membimbing ummatnya agar tidak salah dalam menerapkan ajaran agama,” jelas dia dalam siaran pers yang diteriam KedaiPena.com, ditulis Rabu (21/12).
Oleh karena itu, kata dia, kalangan non muslim seharusnya menghormati ajaran agama Islam sebagaimana difatwakan oleh MUI. Toleransi bukan berarti harus melanggar fatwa MUI ataupun ajaran agama.
“Memaksa karyawan memakai atribut Natal tidaklah melanggar fatwa MUI, tetapi melanggar konstitusi,” tutur dia.
Selain itu, dia menjelaskan, dalam Islam dikatakan haram memakai atribut natal, maka memaksakan karyawan menggunakan atribut Natal adalah bentuk pelanggaran HAM.
“Ketika seorang muslim ingin mengikuti fatwa MUI, maka negara seharusnya memberikan perlindungan, karena ini adalah amanat konstitusi NKRI,” sesal dia.
“Dan hak untuk beragama merupakan non-derogable rights, yaitu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun,” tambahnya.
Karena, lanjut politisi PKS ini, hal tersebut telah diatur dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-undang Dasar 1945. Dimana hak beragama seperti ini tidak dapat dikurangi “dalam keadaan apapun” termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat.
“Ketentuan tersebut sebagaimana Penjelasan Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” beber dia.
Sebab, dalam keadaan perang saja, ungkap dia, hak beragama tidak dapat dikurangi apa lagi hanya dalam perayaan natal. Dan menurutnya masih banyak teknik marketing yang bisa digunakan oleh pengusaha tanpa merusak kebhinekaan.
“Di sinilah tugas aparat penegak hukum untuk menjaga tertib sosial, jangan sampai karena alasan perayaan hari keagamaan tertentu lantas memaksakan kehendaknya dan mengabaikan toleransi antar ummat beragama,” ucap dia
“Yang paling penting, penegak hukum harus memahami benar isi konstitusi dan menjaganya dengan baik untuk kedaulatan dan keutuhan NKRI,” tandasnya.
Sebelumnya, Tito Karnavian memberikan teguran keras pada Kepala Polres Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Umar Surya Fana.
Teguran itu terkait surat imbauan Kapolres Metro Bekasi kepada pengusaha agar tidak memaksakan pengenaan atribut keagamaan kepada pegawai beragama Islam.
Tito mengatakan, fatwa MUI bukan suatu rujukan hukum positif sehingga tidak bisa digunakan sebagai acuan penegakan hukum. Mestinya, kata dia, fatwa MUI hanya digunakan sebagai koordinasi antarpihak.
Laporan: Muhammad Hafidh