KedaiPena.com – Kebijakan hilirisasi dan pelarangan ekspor dinyatakan berpotensi berdampak buruk. Tidak hanya bagi hubungan Indonesia dengan negara lain tapi juga pada lingkungan. Sementara, keuntungannya, hampir pasti dinikmati oleh Tiongkok.
Ekonom Senior Faisal Basri menyatakan program andalan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni hilirisasi sesat.
“Saya sedih tidak dibicarakan industrial policy, pokoknya hilirisasi. Dan hilirisasi itu konsep sesat,” kata Faisal, dalam Diskusi INDEF “Tanggapan Terhadap Debat Pemilu Kelima”, ditulis Selasa (5/2/2024).
Ia mengaku telah berbicara dengan Luhut mengenai hilirisasi. Namun ia mengaku tidak puas dengan diskusi yang dilakukan. Menurutnya jika hilirisasi atau penyetopan ekspor bahan mentah dilakukan maka negara lain akan mencari alternatif.
“Kalau nikel ini dilarang ekspor maka nikel di pasar dunia jadi berkurang, harga akan naik. Maka Elon Musk dan lain-lain niscaya akan mencari alternatif yang lebih murah. Nah itu tahu lithium ferro phosphate. Ada lagi yang dapat lebih murah sodium phosphate,” urainya.
Ia menakutkan dengan adanya kebijakan pelarangan ekspor ini akan menyebabkan hubungan Indonesia rusak dengan negara lain.
“Dampaknya bisa merugikan negara. Larang melarang itu adalah kebijakan paling biadab,” kata Faisal lebih lanjut.
Ia menyatakan dalam program hilirisasi, untuk mendatangkan investor, pemerintah memberikan kemudahan memberikan harga bahan baku nikel di bawah harga pasaran. Sehingga subsidi yang diberikan itu juga merugikan negara.
“Harga bijih nikel tahun lalu 80 Dollar Amerika. Pemerintah mengenakan harga resmi HPM hanya 40 Dollar Amerika. Kan begini, ‘Eh China lu kalau beli bahan baku 80 Dollar kan, datang ke Indonesia gua cuma kasih 40’,” ujarnya.
Faisal juga mengatakan karena adanya kebijakan hilirisasi membuat komoditas nikel bakal dieksploitasi habis-habisan.
“Jadi adinda (peserta) itu bukan generasi emas, tapi generasi cemas karena kekayaan alamnya sudah habis,” ujarnya lagi.
Adapun keuntungan dari hilirisasi, lanjutnya, hanya dinikmati oleh negara asing seperti China. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya investasi dari perusahaan asing yang mengolah sumber daya alam ini.
“Siapa yang nikmati, pengusaha 100 persen Tiongkok, labanya ya 100 persen ke Tiongkok, teknologi 100 pesen Tiongkok, paten fee lari ke Tiongkok, modalnya dari Bank di China 100 persen, bunganya lari ke China. Tinggal PBB, tanya PBB berapa? hanya Rp1 sampai 2 miliar,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa