KedaiPena.Com – MPR periode kepemimpinan Zulkifli Hasan (Zulhas) telah menitipkan kelanjutan pembahasan amandemen UUD 1945 ke periode kepemimpinan Bambang Soesatyo (Bamsoet). Berikut ini sejumlah titipan MPR periode 2014-2019 ke periode 2019-2024 saat ini.
Amanat yang dititipkan MPR periode sebelumnya itu termaktub dalam Rancangan Keputusan MPR Tahun 2019 tentang Rekomendasi MPR 2014-2019.
Ada tujuh poin rekomendasi untuk MPR periode ini, sebagaimana yang tercantum di Pasal 1 Rancangan Keputusan MPR itu. Berikut adalah tujuh rekomendasi itu:
a. Pokok-pokok Haluan Negara;
b. Penataan Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Penataan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah;
d. Penataan Sistem Presidensial;
e. Penataan Kekuasaan Kehakiman;
f. Penataan Sistem Hukum dan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Pancasila Sebagai Sumber Segala Sumber Hukum Negara;
g. Pelaksanaan pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal lka, serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Wakil Ketua MPR RI unsur DPD Fadel Muhammad mengatakan, ketujuh rekomendasi dari MPR periode 2014-2019 yang disaat itu dipimpin oleh Zulkifli Hasan kepada MPR Periode 2019-2024, saat ini terus dilakukan pembahasan-pembahasan.
“Dan tujuh ini menjadi rekomendasi dan diminta kepada kita MPR meneruskan, disaat kita menerus maka kita membahas berkali-kali tujuh hal tersebut,” ucap Fadel dalam webinar yang digelar Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), dalam tema ‘Legalitas Ketetapan 7 Rekomendasi MPR Periode 2014-2019 Kepada MPR Periode 2019-2024’, Senin (30/8/2021).
Selanjutnya, dirinya menyampaikan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) pada prinsipnya dapat dilaksanakan. Semua partai maupun DPD setuju untuk melaksanakannya.
Menurutnya, sebenarnya PPHN sudah ada di era sebelumnya, meskipun memiliki perbedaan nama. Pada era Soekarno bernama Manifesto Politik Republik Indonesia, era Soeharto atau Orde Baru terdapat GBHN dan saat ini sedang menjadi pembahasan PPHN.
“Jadi kalau dulu zaman Soekarno, manifesto politik Republik Indonesia sebagai legalitas haluan negara itu diungkapkan oleh Presiden Soekarno pada waktu 17 Agustus 1959. Hal ini kemudian sangat menyeluruh memberikan spirit yang sangat besar dan menjadi hal yang menarik. Kemudian pada waktu Orde Baru itu dijadikan GBHN dan saat ini sekarang kita di MPR menyiapkan PPHN,” katanya.
Dirinya menyebutkan, saat ini di MPR terdapat tiga badan, yakni Badan Pengkajian, Badan Anggaran dan Badan Sosialisasi. Dan pada awal tahun 2021, Badan Pengkajian MPR memberikan beberapa hasil kajiannya yang sangat komprehensif.
“Maka untuk itu, semua itu jelas. Ke depan dibutuhkan haluan negara, maka keluarlah PPHN yang fungsinya jelas, memastikan pedoman kita ke depan memiliki visi misi tetapi tetap UUD 1945. Lalu memperkuat sistem presidential dan memperkokoh integrasi kita,” imbuhnya.
Fadel menyebutkan terdapat tiga alternatif hukum dalam pembentukan PPHN. Di antaranya, pertama dengan mengubah sistematik UUD 1945, kedua dengan hanya membentuk UU dan ketiga adalah dengan Ketetapan MPR.
“Kalau mengubah sistematik UUD 1945, tapi ini akan lebih rancu. Atau yang kedua membuat cukup UU. Kalau UU maka lebih gampang di-‘judicial review’. Ketiga dengan ketetapan MPR, kalau ketetapan MPR maka tidak perlu mengubah UUD 1945,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi