KedaiPena.Com – Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mendesak KPI agar Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dapat dievaluasi secara berkala, minimal setahun sekali.
Hal itu disampaikan Sukamta untuk memastikan konsistensi dari pemilik IPP dalam menjalankan bisnis penyiaran tersebut sebagaimana saat mengajukan izin pertama kali.
“Karena itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika harus membuat sistem evaluasi dan penilaian setiap tahun bagi setiap pengelola radio dan televisi yang telah mendapatkan IPP tetap,†jelas Sukamta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10).
Sukamta menegaskan persoalan ini telah dikemukakan olehnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPR RI dengan KPI dan Kemenkominfo yang membahas perpanjangan IPP dari 10 lembaga penyiaran swasta (LPS) televisi yang bersiaran jaringan secara nasional, di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Senin (10/10).
Menurut Sukamta, selama ini belum ada sistem yang jelas ataupun perangkat regulasi yang mengatur secara teknis tentang evaluasi perpanjangan IPP, baik televisi ataupun radio.
“Tak heran, ketika momentum perpanjangan izin dari 10 televisi jaringan yang bersiaran luas secara nasional ini, KPI dan Kemenkominfo terkesan tidak siap dalam melakukan evaluasi penilaian. Terutama terhadap kualitas program siaran yang ditayangkan oleh 10 stasiun televisi tersebut,†ujar Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Yogyakarta ini.
Selain itu, Sukamta mengkritik parameter penilaian dari KPI yang ternyata tidak mengikutsertakan tujuan dan fungsi penyiaran, sebagaimana amanat undang-undang.
Padahal, ujar Sukamta, penyelenggaraan penyiaran tidak boleh menyimpang dari apa yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut. Secara spesifik, Sukamta mempertanyakan aspek Diversifikasi Konten (diversity of content) dan aspek Diversifikasi Kepemilikan (diversity of ownership) yang tidak tergambar dalam potret evaluasi penilaian dari KPI. Di sisi lain, Sukamta melihat ada masalah atas tegaknya pilar-pilar demokratisasi penyiaran dalam penyelenggaraan penyiaran selama ini.
“Pembuatan sistem evaluasi dan penilaian tersebut adalah sebuah keharusan. KPI dan Kemenkominfo harus segera duduk bersama merumuskan sistem tersebut. Hal ini menjadi salah satu pengontrol industri penyiaran, agar jangan sampai setelah menerima IPP dapat berbuat seenaknya saja pada frekwensi yang dipinjamnya dari negara,†tegas Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.
Dengan adanya evaluasi tahunan juga memudahkan regulator memberikan tindakan tegas jika muncul pelanggaran dalam penyelenggaraan penyiaran, tanpa harus menunggu momen perpanjangan izin di tahun ke sepuluh.
Diketahui, terdapat 10 (sepuluh) Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) TV swasta dimana izin IPP yang dimiliknya berakhirnya pada 16 Oktober 2016 mendatang. Sepuluh LPS tersebut adalah PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), PT Citra Televisi Pendidikan Indonesia (MNC), PT Global Informasi Bermutu (Global TV), PT Surya Citra Televisi (SCTV), PT Indosiar Visual Mandiri (Indosiar), PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV), PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh (Trans 7), PT Media Televisi Indonesia (Metro TV), PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV), dan PT Lativi Media Karya (TV One).
(Prw)