KedaiPena.Com – Pengamat politik dari Puspol Indonesia Ubedillah Badrun mempertanyakan etika Setya Novanto sebagai pejabat publik saat menghadiri acara parade kebhinekaan Indonesia yang di gelar tempo hari.
“Karena itu wilayah sensitif yang harusnya Novanto peka. Tapi, nampaknya dia tidak mengindahkan hal-hal sensitif terkait situasi politik dan sosial. Dia tidak peka terhadap aturan gubernur (yang melarang Car Free Day dipakai untuk sarana berpolitik),” tegas dia saat dihubungi KedaiPena.Com di Jakarta, Rabu (7/12)‎.
Oleh karenanya, sambung dia, sikap Setnov, sapaan Setya Novanto, secara etika politik patut dipertanyakan. Karena ada indikasi pelanggaran etik karena terkesan mengabaikan peraturan yang berlaku.
Menurut akademisi Universitas Negeri Jakarta ini, sangat penting mempertanyakan kapasitas dan pemahaman Setya Novanto terkait etika, ditengah berbagai kontroversi yang dimilikinya.
“Track record Setnov memang tersangkut sejumlah masalah, dari kehadiranya bertemu Trump saat sebelum pilpres AS, komunikasinya dengan elit Freeport terkait saham dan seterusnya. Ini adalah fakta yang cukup untuk meragukan kemampuan pemahaman dan kepekaanya pada etika politik,” ujar dia.
Dan, kata dia, sekelas ketua partai dan ketua parlemen selayaknya tidak perlu hadir di sebuah acara yang justru kontraproduktif dengan apa yang sudah dilakukan Presiden Jokowi dan Wapres JK yang hadir dalam aksi superdamai 212.
“Secara hak warga negara Setya Novanto sah-sah saja hadir, tetapi pada diri Setya Novanto itu melekat dua posisi penting yaitu Ketua DPR RI dan Ketua umum Partai Golkar, oleh karenanya Setya Novanto nampaknya kurang sensitif dalam membaca dinamika politik. Apalagi jika perkara bendera partainya yang dihadirkan di acara tersebut menuai persoalan hukum. Tentu itu memprihatinkan,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh