MENCERMATI pernyataan yang di lontarkan oleh DR Rizal Ramli terkait impor yang menyeret nama ketua Umum Partai Nasdem dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito, maka Garpu (Gerakan Perubahan) memandang perlu memberikan dukungan terhadap apa yang telah di sampaikan oleh Mantan Menko Jokowi dan Menko Perekonomian Gus Dur itu.
Impor yang di lakukan oleh Enggar sebagai menteri perdagangan sudah sangat keterlaluan dan cenderung gila-gilaan. Dan hal ini harus dihentikan. Impor beras pada musim panen, impor gula mematikan gula lokal, impor garam mematikan petani garam, impor bawang putih beraroma kartel dan monopoli. Hanya pengusaha yang dekat dengan menteri saja yang kebagian PI (persetujuan impor). Jika tidak, PI anda akan terkatung-katung dan tidak jelas, sebagaimana dikeluhkan oleh sejumlah pengusaha.
Sebagai menteri, Enggar tidak pernah percaya kepada staf-stafnya di level bawah seperti Dirjen dan Direktur. Terutama yang berkaitan dengan izin impor. Sehingga semuanya diputuskan oleh Enggar. Bahkan seorang mantan Dirjen pernah mengeluh karena mendapat curhat dari teman-temannya yang tidak dipercaya ambil keputusan. Makanya di Kementrian Perdagangan berkembang rumor, kenapa bukan menteri saja rangkap jadi Dirjen dan Direktur?
Dirjen dan Direktur hanya dijadikan tameng saja bahwa birokrasi di Kemendag berjalan tapi semua keputusan tetap di tangan menteri, direktur dan dirjen cuma tukang parap dan tanda tangan doang.
Sejak semula, nama Enggartiasto Lukito sudah disebut terlibat kasus Cessie Bank Bali bersama Djoko Tjandra dan Setya Novanto. Sehingga pembentukan Kabinet Jokowi pertama kali nama Enggar tidak masuk dan dikritisi oleh para aktifis. Baru setelah Rahmat Gobel dan Thomas Lembong dipecat oleh Jokowi, Enggar baru dipasang sebagai Menteri Perdagangan.
Menteri Enggar dari Partai Nasdem ini memang menyimpan tanda tanya. Kok bisa menteri dari partai? Apakah kementerian digunakan sebagai mesin uang untuk partai?
Media massa dan aktifis sudah sebut nama Enggar di Kasus BLBI Bank Bali tapi Presiden Jokowi tetap jadikan Enggar sebagai menteri perdagangan. Tidak mungkin peran Surya Paloh sebagai ketum partai pendukung tidak memberikan dukungan full dan garansi bagi Enggar kepada Jokowi.
Kebijakan importasi beras, garam, gula, dan sebagainya sudah diprotes oleh para petani, akademisi dan aktifis. Tapi tetap saja Jokowi pertahankan Enggar sebagai menteri perdagangan. Padahal kebijakan impor pangan itu menyakiti dan khianati petani.
Jokowi ingkar atas janji-janji politik saat Pilpres 2014. Di mana dari 66 poin janji politik Jokowi adalah menyejahterakan petani dan stop impor pangan. Tapi semua itu menjadi janji palsu.
Dan Jokowi mendiamkan Enggar untuk buka keran impor gila-gilaan. Sedangkan kebijakan itu hanya untuk sebagian pengusaha yang dekat saya dengan menteri. Dan itu rasanya tidak mungkin tidak ada angpaonya. Apakah Jokowi mendiamkan Enggar karena kebagian angpao untuk dana pilpres? Begitu juga angpao untuk ketum dan partainya?
Desakan mencopot Enggar mantan anggota Dewan dari Golkar ini sudah disuarakan berbagai kalangan. Tapi apakah Jokowi berani melawan Surya Paloh dengan mencopot Enggar? Kalau ternyata Jokowi tidak berani copot Enggar, bisa saja publik anggap Jokowi terima angpao impor dan takut pada Surya Paloh.
Meski impor ini menggerus dolar dan menghancurkan rupiah dan membuat defisit neraca perdagangan. Kalau situasi perekonomian dan perdagangan yang melemah ini tapi Presiden Jokowi tidak berani bertindak, maka Enggartiasto Lukita adalah menteri supersakti karena dibela dan didukung oleh Jokowi dan Surya Paloh
Tulisan ini merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo untuk mencopot Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan mengganti dengan mentri lain yang bisa perbaiki neraca perdagangan luar negeri.
Oleh Muslim Arbi, Koordinator Garpu (Gerakan Perubahan)