KedaiPena.Com – Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo berpesan, agar 6 sosok Menteri yang ditunjuk oleh Jokowi dapat memiliki paradigma dan platform yang sama dalam memajukan Indonesia meski berbeda partai dan latar belakang.
“Kekuasaan semestinya menjadi instrumen untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 sebagai visi besar menuju Indonesia yang dicita-citakan. Paradigma kekuasaan harus kembali ke khitah agar tujuan pembangunan dapat tercapai dan tidak terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang,” kata Karyono dalam keterangan, Rabu, (22/12/2020).
Karyono menilai, dalam perspektif kompetensi, dari 6 sosok menteri baru tersebut ada satu menteri yang di luar mainstream yakni Budi Gunadi Sadikin atau BGS yang menempati posisi menteri kesehatan menggantikan Terawan Agus Putranto.
“Budi Gunadi bukan datang dari latar belakang dokter. Meski jabatan menteri merupakan jabatan politis yang tidak harus linier sesuai bidang tugas tetapi pengangkatan Budi tentu mengundang tanya. Tapi di balik pengangkatan Budi Gunadi yang berlatar belakang pendidikan teknik Fisika Nuklir lulusan ITB dan seorang profesional yang memiliki banyak pengalaman di bidang bisnis dan perbankan tentu ada tujuan. Keputusan Presiden Jokowi ini justru menarik,” tegas Karyono.
Karyono menduga, hal ini berkaitan dengan skema penanganan masalah pandemi covid 19 yang memerlukan langkah cepat dan tepat.
“Ini merupakan langkah “extra ordinary” yang memang dibutuhkan ketika menghadapi kondisi yang luar biasa seperti sekarang ini. Publik sangat berharap, pergantian menkes ini mampu membuktikan kinerja yang lebih baik, khususnya dalam menghadapi pandemi. Kita tunggu saja apakah eksperimen ini berhasil atau tidak, biar waktu yang menentukan,” ungkap Karyono.
Soal sosok lain, kata Karyono, ialah Tri Rismaharini, tentu tidak asing lagi. Rekam jejak walikota Surabaya dua periode itu sudah dikenal publik sebagai figur pemimpin yang tegas, berani dan cukup prestasi.
Risma, kata Karyono, juga mampu melakukan pelbagai terobosan kebijakan mampu membawa kemajuan Kota Surabaya.
“Hal itu terafirmasi dalam survei yang dilakukan Indo Survey & Strategy (ISS) pada awal November 2020, tingkat kepuasan masyarakat Kota Surabaya terhadap kinerja Risma sebagai walikota sebesar 96, 36%. Tingkat keberhasilan pembangunan dalam persepsi publik juga sangat tinggi. Ada 91,82% responden menjawab program pembangunan yang dilakukan pemerintah Kota Surabaya berhasil,” papar Karyono.
Oleh karenanya, lanjut Karyono, tidak aneh jika sosok Risma dipercaya menjadi menteri sosial menggantikan Juliari Batubara.
Justru dengan menunjuk Risma menjadi mensos, sedikitnya dapat memulihkan citra negatif pemerintah dan juga PDI Perjuangan akibat kasus korupsi yang menjerat kader banteng moncong putih itu.
“Setidaknya, dengan diangkatnya figur Risma dapat menimbulkan kepercayaan publik yang sempat menurun. Banyak yang berharap, figur Risma tidak sekadar memperbaiki kinerja kemensos, tapi juga membersihkan korupsi dinkeneterian tersebut,” ungkap Karyono.
Karyono melanjutkan, yang tak kalah menariknya adalah pergantian menteri agama dari Fachrul Razi diganti Ketua Umum GP ANSOR Yaqut Cholil Qoumas dari unsur Nahdlatul Ulama (NU).
Karyono mengungkapkan, pergantian posisi menteri agama ini akhirnya dikembalikan ke pakem lama dimana posisi menteri agama seolah menjadi “kavling” Nahdlatul Ulama.
“Memang, sejak menteri agama diduduki Fachrul Razi, tak sedikit yang kaget dan protes. Tapi mungkin saat itu ada pertimbangan Presiden Jokowi kenapa mengambil langkah di luar kebiasaan yaitu menyerahkan posisi menteri agama ke mantan perwira tinggi militer. Hemat saya, langkah tersebut merupakan skema pemerintah dalam memberantas radikalisme/ekstrimisme beragama yang kian menguat. Tetapi, hasilnya kurang maksimal, tidak sesuai harapan,” ungkap Karyono.
Meski demikian, lanjut Karyono, eksperimen politik yang dilakukan Presiden Jokowi belum memuaskan hasilnya. Mungkin itu yang menjadi pertimbangan mengganti menteri agama dengan Yaqut.
“Memilih figur Yaqut tentu bukan sekadar cek kosong. Kepercayaan yang diberikan kepada Ketua Umum GP Ansor itu tidak bergeser dari skema awal, selain memperbaiki kinerja di kementerian agama, sosok Yaqut diharapkan lebih berani dan tegas dalam membersih anasir radikalisme dan ekstrimisme baik di internal kementerian maupun eksternal,” tutur Karyono.
Sedangkan untuk tiga figur menteri yang baru lainnya yakni M. Lutfi, Sandiaga Uno dan Wahyu Sakti Trenggono dikenal sebagai pengusaha besar yang sukses dalam menjalankan bisnis.
“Sama dengan Erick Thohir yang mengawali karirnya menjadi pengusaha sebelum terjun di dunia politik dan menjadi pejabat di pemerintahan. M Lutfi pernah menjadi kepala BKPM dan menteri perdagangan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan menjadi duta besar untuk Amerika Serikat sebelum diangkat menjadi menteri perdagangan oleh Presiden Jokowi menggantikan Agus Suparmanto,” imbuh Karyono.
Sedangkan, kata Karyono, untuk Wahyu Sakti Trenggono selain menjadi pengusaha, ia adalah wakil menteri pertahanan sebelum diangkat menjadi menteri KKP menggantikan Eddy Prabowo yang tertangkap KPK.
“Sedangkan Sandiaga Uno selain pengalamannya sebagai pengusaha, dia pernah menjabat sebagai wakil gubernur DKI Jakarta. Ketiga figur menteri baru tersebut memiliki kesamaan latar belakang sebagai pengusaha dan sama-sama memiliki pengalaman di pemerintahan,” beber Karyono.
Dengan demikian di akhir analisisnya, Karyono menegaskan, bahwa dari aspek kompetensi, tentu tidak banyak yang meragukan. Namun, yang tak kalah penting adalah soal integritas dan moralitas.
“Sebab tidak ada persyaratan khusus soal latar belakang profesi untuk menjadi menteri sejauh memiliki integritas, moralitas, kapabilitas dan kompetensi serta memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan,” demikian Karyono.
Laporan: Muhammad Hafidh