KedaiPena.Com – Ada empat alasan mengapa pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidajat (Ahok-Djarot) menang ketika kontestan Pilkada DKI diikuti tiga pasang. Namun kalah ketika Head To Head, hanya dua pasang.
Demikian disampaikan Denny Januar Ali, atau biasa disapa Denny JA, pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI) kepada KedaiPena.Com, di Jakarta, ditulis Sabtu (8/3).
“Pertama, perpindahan dukungan yang merugikan Ahok. Jika head to head, pasangan Ahok-Djarot vs Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi), pendukung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni (Agus-Sylvi) lebih banyak mengalihkan dukungan ke Anies-Sandi (64.3%)Â dibandingkan ke pasangan Ahok-Djarot (14.3%),” kata dia.
Begitu pula, jika pasangan Ahok-Djarot vs Agus-Sylvi, Pendukung pasangan Anies-Sandi lebih banyak ke pasangan Agus-Sylvi (59.1%), ketimbang ke pasangan Ahok-Djarot (8.6%).
Segmen pemilih pasangan Anies dan pasangan Agus punya profile yang sama. Ketika pertarungan tiga pasang, segmen ini terpecah kepada dua kubu. Namun di putaran kedua, ketika hanya dua pasang melawan Ahok, segmen ini menyatu di belakang Anies atau Agus.
“Kedua, pemilih muslim. Pasangan Anies-Sandi dan Agus-Sylvi unggul di pemilih muslim dengan basis pemilih muslim mencapai >90%. Sementara pemilih yang tidak inginkan non muslim menjadi gubernur angkanya naik dari 40% pada Maret 2016 menjadi 55% di bulan Oktober 2016,” jelas dia.
Ketiga, pemilih non tionghoa. Pemilih non tionghoa, populasinya mencapai 90%. Pemilih yang tidak ingin dipimpin oleh etnis tionghoa meningkat dari 30% di Maret 2016 menjadi 50% di Oktober 2016.
“Keempat, sentimen anti Ahok di luar isu primordial. Yaitu sentimen anti Ahok karena kebijakan publik dan personality Ahok. Isu kebijakan publik yang tak disukai adalah penggusuran dan reklamasi. Isu personality yang tak disukai adalah Ahok suka memaki orang di muka publik,” lanjut Denny.
Di Maret 2016 yang tidak setuju dengan kebijakan dan personalitinya di angka 25%, di Oktober 2016 menjadi 38.6%
(Prw)