KedaiPena.Com – Sejak awal berdirinya, pada 2004, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan tajinya. Lembaga ini sudah membuat banyak pihak-pihak risau atas kinerjanya. Ibaratnya, KPK adalah bayi yang lahir tapi tidak diinginkan oleh orang tuanya sendiri.
Demikian disampaikan eks Komisioner KPK M. Jasin kepada KedaiPena.Com, ditulis Minggu (8/9/2019).
“Tapi, dengan undang-undang yang mendasarinya, KPK mampu menjalankan tugas dan fungsi yang paling tidak disenangi oleh para koruptor,” tegas dia.
Kelompok-kelompok yang terganggu kepentingannya merasa KPK terlalu superior. Di antara kewenangan KPK yang dianggap berbahaya adalah melaksanakan penyadapan atau ‘law interception’ di tingkat penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang tidak perlu minta izin. Lalu penggeledahan, penyitaan yang juga tidak perlu minta izin.
“Sampai penanganan kasus yang melibatkan pejabat tinggi negara tidak perlu minta izin sebagaimana penegak hukum lain seperti kepolisian dan kejaksaan. Inilah yang mereka anggap KPK ‘super body’ dan terlalu ‘powefull’,” sambung Jasin.
Padahal tujuan pendirian KPK ini adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam pemberantasan korupsi sebagaimana disebutkan di UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK. Tepatnya di pembukaan (menimbang) karena lembaga pemerintah yang bertugas melakukan pemberantasan korupsi yakni kepolisian dan kejaksaan tidak efektif dan efisien.
“Maka tidak mengherankan dari KPK jilid 1, jilid 2, jilid 3, dan jilid 4 selalu diganggu agar tidak bisa bekerja secara maksimal. Usulan revisi Undang-undang KPK sejak jilid 1, dimulai dengan kewenangan melakukan penyadapan, mempermasalahkan penuntutan ‘binding’ atau nempel di KPK,” papar dia.
Nah saat ini momentum untuk melemahkan KPK sudah dapat jalan yang mulus dengan diserahkannya nama-nama capim KPK yang ‘track record’-nya kurang bagus. Dugaan Jasin, orang-orang ‘bermasalah’ tersebut akan dipilih.
“Ditambah lagi semua fraksi setuju amandemen UU KPK yang dugaan saya bermaksud untuk mengurangi kewenangan KPK sehingga keberadaannya hanya sebagai simbol saja, tapi tidak melakukan pemberantasan korupsi,” kecewa Jasin.
Harapan terakhir, lanjutnya, hanya kepada Presiden. Bila Jokowi masih berpihak terhadap agenda pemberantasan korupsi nasional yang pernah dicanangkan, maka hendaknya mengulur lagi persetujuan untuk amandemen UU KPK tersebut.
Sementara itu, eks komisioner KPK lainnya, Haryono Umar, UU KPK belum layak untuk direvisi. Dari segi konten, pun tidak pantas untuk dilakukan.
“Keenam poin usulan revisi itu tidak perlu dilakukan. Poin paling krusial KPK jadi eksekutif, pegawai KPK jadi ASN, soal penyadapan dan kewenangan SP3 (penghentian penyidikan),” lanjutnya.
Laporan: Muhammad Lutfi