KedaiPena.Com – Akademisi Bidang Lingkungan dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Dodo Sambodo meminta agar Perhutani dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat bertanggung jawab penuh dalam pengimplementasian program perhutanan sosial.
Perhutani, kata dia, sebagai pengelola hutan harus dapat patuh kepada pemerintah untuk memfasilitasi rakyat agar dapat ikut mengkelola hutan yang ada mengikuti program perhutanan sosial ini. Sebaliknya, KLHK sebagai pelaksana dan pengawas jalannya perhutanan sosial juga harus bersungguh-sungguh.
“Jadi Perhutani harus mau mengubah manajemennya dengan lebih besar melibatkan rakyat. Dan KLHK sendiri juga harus juga melaksanakan dan mengawasi jalan PS ini,” imbuh dia kepada KedaiPena.Com, Minggu (3/12).
Tidak hanya itu, lanjut pria yang pernah menempati jabatan struktural di KLHK ini, turut meminta agar masyarakat dapat bersungguh-sungguh menjalankan program perhutanan sosial. Hal itu perlu dilakukan untuk meningkatkan kehidupan mereka masing-masing.
“Saya kira dengan program ini kalau masyarakat atau rakyat bersungguh-sungguh mau meningkatkan kehidupannya menjadi lebih baik, tentu akan menjadi lebih baik dan sejahtera karena ada jaminan selama 30-35 tahun untuk dipinjami lahan yang masih bisa diperpanjang lagi,” imbuh dia.
“Dan untuk berusaha di bidang kehutanan yang dapat untung karena bisa memoroduksi pangan dan energi, jadi sekarang tinggal masyarakatnya saja ada yang serius mau apa tidak. Jangan asal mau nanti terus dijual ke pengusaha itu sama saja yang akan untung pengusahanya lagi,” tandas dia.
Sekedar informasi, pemerintah resmi menerapkan kebijakan perhutanan sosial, hal itu ditandai dengan langkah Presiden Joko Widodo yang mulai menyerahkan Surat Keputusan (SK) Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) dan SK Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) kepada masyarakat di sejumlah wilayah Indonesia.
Perhutanan sosial sendiri merupakan kebijakan pemanfaatan lahan hutan di wilayah kerja perhutani yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial dan Nomor 39 tahun 2017.
Laporan: Muhammad Hafidh