KedaiPena.Com – Gunung Gede berada di Jawa Barat dan terletak dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Taman nasional ini merupakan taman nasional pertama dan tertua di Indonesia yang juga ditetapkan sebagai cagar biosfir oleh UNESCO pada tahun 1991.
Dalam UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 14 dinyatakan bahwa Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli.
Taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Di bidang pariwisata dan rekreasi masa kini, Gunung Gede menjadi sangat terkenal. Lantaran posisinya yang tidak jauh dari ibukota Jakarta. Demikian disampaikan praktisi pariwisata, Eko Binarso, Rabu (6/11/2019).
“Yang juga berkembang dalam perkembangan pariwisata Gunung Gede adalah usaha turunannya. Terdapat banyak warung sepanjang jalur, baik Cibodas ataupun Putri,” kata Eko.
Eko yang beberapa waktu lalu melakukan tinjauan lapangan mengatakan setidaknya ada enam warung makanan dan minuman Jalur pendakian Gunung Putri. Ada lima warung di Alun-alun Timur Surya Kencana. Dua warung Alun alun Barat, Surya Kencana. Dan dua warung di puncak gunung Gede.
“Kemudian dua warung di pos Kandang Badak, satu warung di pos Panyancangan. Tapi, tidak diketahui apakah keberadaan warung tersebut telah memenuhi aturan dan standar yang ada KLHK dan Kemenparekraf,” papar Eko.
Selain itu, yang juga patut diperhatikan dalam perkembangan ekowisata di Gunung Gede adalah faktor keselamatan pendakian. Sayangnya, banyak fasilitas di Gunung Gede tak memenuhi spesifikasi. Fasilitas jembatan rusak di beberapa titik, fasilitas keselamatan di “Tanjakan Setan” dan Jalur Air Panas yang tidak memadai.
“Mendaki gunung merupakan salah bentuk rekreasi yang digemari masyarakat, terutama kalangan muda. Para pendaki yang ingin menimati keindahan alam gunung Gede atau Pangrango harus mendapatkan ijin pendakian dari TNGPP,” jelas Eko.
Teknis pelayanan TNGGP juga menerapkan proses perijinan online atau yang lebih dikenal dengan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi). Setidaknya ada 16 ketentuan yang harus dilakukan. Di antaranya melakukan pendaftaran secara online dengan cara mengisi form aplikasi secara lengkap sesuai dengan tahapan.
Selanjutnya, setiap calon pendaki wajib melakukan pemeriksaan kesehatan pada hari H pendakian (sesuai dengan tanggal pendakian). Ini harus dibuktikan dengan Surat Keterangan Sehat dari Rumah Sakit, Klinik atau fasilitas layanan kesehatan lain yang resmi, sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (S.O.P) Pemeriksaan Kesehatan Pendakian di TNGGP.
“Faktanya masih terdapat cara-cara di luar ketentuan. Saya sempat berbincang dengan beberapa pendaki. Pendaki pertama yang saya ajak bicara mengatakan naik Gede tidak pernah pakai Simaksi dan Keterangan Kesehatan. Kalau mau naik dibantu urus sama seseorang. tinggal kirim ‘copy’ KTP lewat WA saja ke dia, dengan membayar antara Rp.80.000-100.000/orang. Pungutan tersebut adalah 3 kali dari harga tiket resmi TNGGP,” cerita Eko.
“Kemudian dengan pendaki kedua, ceritanya tidak jauh berbeda. Mendaki Gunung Gede tidak ribet. Asal punya temen di sana, dia yang urus pendaftaran. Gak pakai surat-suratan, gak pakai surat dokter juga. TNGGP harus bekerja keras untuk membenahi kegiatan pariwisata dan rekreasi agar sesuai dengan prinsip ekowisata,” tandasnya.
Laporan: Sulistyawan