KedaiPena.Com – Kondisi Ekonomi Indonesia memburuk saat ini. Sebab faktanya neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 mengalami defisit US$ 2,5 miliar atau setara dengan Rp 36 triliun.
Angka ini merupakan yang terburuk sepanjang sejarah. Merosotnya kinerja ekspor serta meningkatnya impor membuat defisit neraca perdagangan kembali di atas US$ 2 miliar dalam lima bulan terakhir. Data ekspor Indonesia anjlok 13,1 persen.
Demikian disampaikan akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, ditulis Kamis (14/6/2019).
“Di saat yang sama kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB mengalami tren penurunan. Faktanya porsi manufaktur dalam Produk Domestik Bruto (PDB) kian menipis. Indonesia pernah disebut sebagai negara industri karena porsi manufaktur dalam PDB mencapai 30 persen. Namun, angka kontribusinya saat ini terus terkikis menjadi tak lebih dari 20 persen,” papar eksponen mahasiswa 98 ini.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan porsi industri manufaktur sebesar 19,66 persen terhadap PDB. Industri manufaktur hanya tumbuh 4,33 persen atau lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi 5,17 persen. Pemerintah tidak berhasil melakukan reindustrialisasi, tapi yang terjadi adalah deindustrialisasi prematur.
Porsi industri terhadap PDB terus turun dalam lima tahun terakhir. BPS mencatat pada 2014 kontribusinya sebesar 21,08 persen, 2015 sebesar 20,99 persen, 2016 sebesar 20,51 persen, 2017 sebesar 20,16 persen, dan 2018 sebesar 19,66 persen.
Data diatas menunjukan adanya proses deindustrialisasi dini yang dialami Indonesia terjadi lebih cepat dari negara Asia Tenggara (ASEAN) lain. Dalam soal Ekonomi kita tetpuruk diantara negara ASEAN yang sekelas.
“Indonesia juga gagal dalam menegakan kedaulatan ekonomi diantara perang dagang Amerika dan China, kita kalah jauh dengan Vietnam. Angka pertumbuhan ekonomi yang stagnan cenderung merosot, pengangguran yang tak tertangani dengan baik, adalah juga fakta yang menunjukan memburuknya ekonomi Indonesia saat ini, termasuk terus bertambahnya utang luar negeri,” paparnya.
Mei 2019 Bank Indonesia (BI) telah merilis data utang luar negeri (ULN) Indonesia kuartal I 2019. Dari data itu, tercatat pada kuartal I ULN Indonesia mencapai US$ 387,6 miliar atau setara dengan Rp 5.542,6 (kurs Rp 14.300). Angka ini tumbuh 7,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya.
“Hal di atas menunjukan bahwa pemerintah saat ini sesungguhnya tidak kredibel dalam mengelola ekonomi negara. Jika terus berlanjut pemerintahan seperti saat ini dengan tata kelola ekonomi yang buruk, Indonesia akan mengalami situasi krisis ekonomi yang lebih buruk dari sebelumnya,” tandas Ubed.
Laporan: Muhammad Hafidh