KedaiPena.Com – Begawan Ekonomi Rizal Ramli memprediksi, ekonomi Indonesia di tahun akan mengalami krisis yang jauh lebih serius dibandingkan 2020.
Hal tersebut disampaikan oleh RR sapaanya saat menjadi narasumber diskusi daring Pergerakan Indonesia Maju (PIM) bertajuk “Outlook 2021: National Economic Outlook”, Kamis (14/1/2021).
“Untuk tahun 2021 kami katakan mohon maaf ekonomi Indonesia akan mengalami krisis yang jauh lebih serius dibandingkan dengan tahun lalu (2020),” kata RR dalam diskusi tersebut.
RR menilai, target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar 5,5 persen di tahun 2021 juga hanya sebuah angin surga.
“Mohon maaf janji surga tidak ada basisnya, ya wong sebelum covid-19 aja tumbuhnya cuma 5, 1 persen ini covid-19 masih banyak bagaimana bisa tumbuh 5,5 persen,” papar RR.
Tidak hanya itu, kata RR, alasan lain dirinya pesemis ekonomi RI, akan membaik lantaran saat ini daya beli masyarakat betul-betul hancur.
“Daya beli rakyat biasa itu betul-betul ancur. Kenapa ? Karena tidak ada pekerjaan, gara-gara covid dan lain sebagainya,” papar RR.
Namun demikian, menurut RR, tidak terwujudnya target tersebut lantaran saat ini likuiditas yang ada di masyarakat telah disedot.
Pemerintah, lanjut RR, saat ini sudah terlalu banyak banyak berhutang sehingga primary balance negatif dan semakin besar dalam kurun waktu enam tahun.
“Artinya hanya untuk membayar bunga saja harus meminjam, makin lama makin berat. Karena dia harus meminjam, dia harus menerbitkan surat utang negara (SUN) terus, tambahan, makin lama makin besar,” beber RR.
RR menjelaskan, hal tersebut juga menyebabkan uang yang beredar di lembaga keuangan dan di masyarakat tersedot hanya untuk beli SUN.
“Karena tingkat bunga SUN 2% lebih tinggi dari deposito. Kalau taruh uang di SUN dijamin berapa triliun pun. Sementara, kalau taruh uang di bank paling dijamin hanya 2 miliar,” papar RR.
Dengan demikian, tegas RR, hal itu yang menjelaskan mengapa banyak uang dan likuidas tersedot untuk membeli SUN.
Hal ini, ungkap RR, juga telah menjelaskan mengapa pertumbuhan kredit bulan September dan Oktober 2020 negatif.
“Belum pernah terjadi sejak tahun 1998. Artinya, apa boro-boro nambahin uang yang beredar dalam ekonomi, yang ada saja disedot. Kok bisa mengharapkan ekonomi akan bangkit, daya beli akan bangkit, no way,” tandas RR.
Laporan: Muhammad Hafidh