KedaiPena.Com – Mantan Sekjen Prodem Satyo Purwanto menilai bahwa dalam situasi genting seperti ini dibutuhkan sosok ekonom seperti Rizal Ramli yang mampu membawa Indonesia keluar dari keterpurukan.
Hal tersebut disampaikan oleh Satyo saat menanggapi kinerja tim ekonomi Jokowi yang dinilai buruk lantaran hanya bisa berutang dan menerbitkan global bond dengan tenor waktu yang berjangka waktu panjang.
“Di saat kondisi genting saat ini memang dibutuhkan ekonom yang tidak biasa, dia harus punya banyak terobosan dan out of the box. Pengalaman dan kompetensi dia(RR),” kata Satyo kepada wartawan, Jumat, (9/4/2020).
Satyo menambahkan jika hanya tim ekonomi yang mengandalkan jualan bond dan utang Indonesia benar-benar bisa krisis seperti tahun 1998. Akhirnya akan bernasib seperti kasus BLBI.
“Itu hasil rampokan yang akhirnya pun dirampok lagi, yang mesti bayar sampai hari ini ya seluruh rakyat Indonesia, Jokowi harus berani pecat Menkeu dan Menko Perekonomian,” ungkap Aktivis 98 ini.
Satyo menjelaskan jika Jokowi hanya mengandalkan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang hanya akan selalu mencari jalan pintas untuk mencari anggaran maka Indonesia dapat terperangkap dalam jebakan utang jangka panjang.
“Alih-alih menggunakan anggaran yang tidak perlu atau direlokasi tapi malah bikin pandemic bond, dan bukan baru kali ini dia bikin kebijakan kontroversi yang pada akhirnya Indonesia selalu terperangkap dalam jebakan utang jangka panjang,” kata Satyo.
Satyo menilai bahwa perekonomian Indonesia ke depan akan sangat bergantung pada proses penanganan pandemi ini. Semua negara ketika menghadapi krisis pasti akan membuat stimulus ekonomi agar perekonomian tidak ambruk total.
“Dalam skala prioritas keuangan negara mesti difokuskan untuk 3 hal yaitu, pemenuhan kebutuhan alat dan obat untuk kesehatan, pengadaan dan distribusi pangan untuk masyarakat dan ke terakhir ada stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat,” tandas Satyo.
Untuk diketahui kondisi ekonomi Indonesia seperti diambang batas jurang kehancuran. Hal itu ditunjukkan oleh sikap dan perilaku dari tim ekonomi Jokowi yang menunjukkan rasa pesimis
dalam menghadapi dampak ekonomi akibat Corona atau Covid-19.
Bagaimana tidak, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat melontarkan pernyataan kontroversial lantaran mengungkapkan dampak ekonomi yang berasal dari Covid-19 lebih kompleks dibandingkan dengan krisis pada tahun 2008-2009 dan 1997-1998.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia juga sempat mengatakan bahwa Indonesia dinilai sudah masuk jurang krisis jika skenario terburuk pertumbuhan ekonomi 0% akibat imbas dari pandemi Corona (Covid-19).
Kondisi ini diperburuk dengan pernyataan dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengaku sering terhanyut dalam emosi saat memikirkan perekonomian domestik yang terdampak oleh Covid-19.
Ekonomi Indonesia sedianya memang sudah ambruk sebelum adanya wabah Corona ini. Utang pemerintah pusat hingga Februari 2020 sebesar Rp 4.948,18 triliun.
Di era rezim pemerintahan Jokowi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencatat rekor terendah sejak 1998, yakni di angka Rp 16.000.
Indonesia di bawah komando Sri Mulyani ini sendiri baru-baru ini juga melakukan penerbitan global bond atau surat utang sebesar US$ 4,3 miliar dalam 3 bentuk surat berharga global yaitu Surat Berharga Negara (SBN) seri RI1030, RI 1050, dan RI047 dengan tenor waktu panjang yakni 50 tahun.
Laporan: Muhammad Lutfi