KedaiPena.Com – Ekonom Senior Narasi Institute, Fadhil Hasan mengatakan, jika data ekonomi kuartal pertama 2021 menunjukkan adanya harapan akan terjadinya pemulihan ekonomi namun harus disikapi dengan penuh kewaspadaan.
Hal ini, kata Fadli begitu ia disapa, arena masih ada resiko apakah perbaikan tersebut akan berkelanjutan. Walau demikian pada triwulan pertama 2021 pertumbuhan ekonomi diprakirakan masih negatif yakni negatif 1,5 persen sampai negatif 0.5 persen.
“Tahun 2021 ini, pemerintah mencanangkan sebagai tahun pemulihan ekonomi. Pada triwulan pertama tahun 2021, perkembangan positif vaksinasi semakin menguatkan harapan akan pemulihan ekonomi. APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal melanjutkan peran sentralnya dalam mendorong proses pemulihan melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” tegas dia dalam keterangan tertulis, ditulis, Minggu, (2/5/2021).
Sementara ekspor juga terus mengalami perbaikan sehingga Indonesia mencatatkan surplus dalam beberapa bulan terakhir ini akibat peningkatan harga berbagai produk andalan ekspor seperti CPO, batubara, dan lain-lain.
Namun konsumsi masih menunjukkan sinyal yang mixed padahal sumbangan konsumsi pada PDB masih dominan. Perbaikan indikator konsumsi belum memadai dan cukup kuat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Investasi mengalami perbaikan sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan PMI (53) dan impor bahan baku yang juga meningkat (26.4 persen) di bulan Maret 2021.
Fadhil Hasan mengingatkan dengan negatifnya pertumbuhan Q1 2021, ekonomi Indonesia tumbuh negatif dalam 4 kuartal berturut-turut sejak kuartal II 2020.
“Sebelumnya kuartal III minus 3.49 dan kuartal II minus 5.32 persen year on year (yoy) dan kuartal Pertama 2021 juga akan negatif” ujar Fadhil Hasan
Fadhil menegaskan meskipun stimulus fiskal 2020 cukup menggembirakan namun terdapat faktor-faktor yang perlu diwaspadai pada tahun 2021 agar optimisme terus menguat dan perbaikan ekonomi berlanjut.
Pada tahun 2020, pemerintah telah berupaya keras menekan dampak Covid-19 dan menjaga ekonomi Indonesia tidak terkontraksi lebih dalam terutama melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Secara umum, program PEN seperti Perlindungan Sosial, PEN
Sektor Kesehatan, Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro, Program Padat Karya, Program BLT Desa, dan Pinjaman Daerah telah menunjukan kontribusi yang positif.
‘ Program PEN sangat krusial sebagai instrumen utama pemerintah untuk menjaga konsumsi RT dan keberlangsungan aktivitas usaha. Namun, perlu kehati-hatian dalam perjalanan dan pengelolaan ekonomi pada tahun 2021 agar tidak timbul pesimisme baru dan perbaikan terus berkelanjutan”, tambah Fadhil Hasan.
Fadhil Hasan menerangkan lima faktor yang bisa menimbulkan pesimisme sebagai berikut. Pesimis pertama ada pada sisi permintaan terutama dunia usaha yang masih lesu.
“Pesimisme kedua ada pada sisi lambannya waktu pemulihan yang lebih panjang dibandingkan dengan negara lain, pesimisme ketiga pada tidak terkelolanya utang luar negeri yang semakin membengkak, pesimisme keempat pada penerimaan pajak yang turun drastis dimana tax ratio menunjukkan penurunaan dari tahun ke tahun,” papar dia.
Sedangkan, lanjut dia, pesimis kelima adalah ancaman gelombang ketiga COVID19 dan meningkatya kasus pandemi di berbagai negara seperti India dan EU.
Selain itu percepatan pemulihan ekonomi di USA yang tumbuh sebesar 6,43% pada triwulan I 2021 dan diperkirakan akanterus menguat pada triwulan berikutnya akibat stimulus Covid-19 sebesar US$ 1,9 triliun dan infrastruktur sebesar US$ 2,3 triliun berpotensi mendorong the FED untuk meningkatkan FED fund rate yang pada gilirannya capital outflow dari negaranegara emerging markets termasuk Indonesia seperti terjadi pada tahun 2013-2015 dengan taper tantrum.
Oleh karena itu Fadhil Hasan mengusulkan harus benar-benar fokus dalam mengelola perekonomian pada pelaksanaan program pemulihan dunia usaha terutama UMKM, percepatan dan perluasan bantuan sosial dan perlindungan masyarakat, dan menunda berbagai program pembangunan infrastruktur yang tidak memberikan dampak langsung pada ekonomi dalam jangka pendek-menengah seperti IKN, dan lain-lain.
Laporan: Muhammad Lutfi