KedaiPena.Com – Ekonom INDEF yang juga politikus PAN, Dradjad Wibowo menyayangkan bertambahnya utang luar negeri (ULN) yang dimiliki oleh Indonesia saat ini.
Drajad menilai besarnya utang
telah memakan jatah yang semestinya bisa dipakai untuk program lain. Salah satunya untuk melunasi semua utang BPJS Kesehatan kepada rumah sakit.
“Itu yang saya sebut sebagai biaya opportunity cost dari pembayaran utang, pokok dan bunganya. opportunity cost ini sudah terlalu besar. Bahkan kita pun terpaksa berutang lagi dan berutang lagi untuk membiaya APBN,” kata Drajad kepada KedaiPena.Com, Rabu,(19/6/2019).
Drajad meminta agar pemerintah dapat mulai mengerem kenaikan utang pemerintah baik utang luar negeri maupun obligasi dalam negeri saat ini.
“Jangan hanya melihat profil utang dari sisi rasio utang, yaitu jumlah utang sebagai rasio terhadap PDB. Untuk Indonesia, rasio ini kurang lengkap menggambarkan posisi yang sesungguhnya. Kenapa? Karena rasio penerimaan pajak kita terhadap PDB terlalu rendah,” ujar Drajad.
Padahal, lanjut Drajad, pajak ini adalah sumber utama penerimaan negara, yang kemudian menjadi cerminan dari kemampuan Indonesia membayar utang pemerintah.
“Maksudnya di sini adalah, membayar utang tanpa harus mengorbankan terlalu banyak program yang lain dan atau menambah terlalu banyak utang baru,” beber Drajad.
Drajad mencontohkan untuk tahun 2019, misalnya pagu pembayaran bunga utang pemerintah dalam APBN adalah Rp 275,8 triliun. Sedangkan, pembayaran pokok utang pemerintah Rp 409 triliun dengan Rp 685 triliun.
“Target penerimaan perpajakan (termasuk cukai) dalam APBN 2019 adalah Rp 1786,4 triliun. Sementara target pendapatan negara Rp 2165,1 triliun,” tutur Drajad.
“Artinya, pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah memakan 38,3% dari penerimaan perpajakan, atau 31,6% dari pendapatan negara,” sambung Drajad.
Drajad menambahkan bahwa pembayaran pokok dan bunga utang di atas jauh lebih besar dari anggaran pendidikan Rp 492,5 triliun, anggaran infrastruktur Rp 415 triliun dan anggaran kesehatan Rp 123,1 triliun.
“Bahkan jika anggaran pendidikan dan kesehatan digabung, jumlahnya hanya Rp 615,6 triliun. Atau kalah Rp 69 triliun dari pembayaran pokok dan bunga utang,” sindir Drajad.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) merilis data utang luar negeri (ULN) Indonesia periode April 2019. Dari data BI disebutkan ULN tercatat US$ 389,3 miliar atau setara dengan Rp 5.528,06 triliun (kurs Rp 14.200).
Angka ULN ini tumbuh 8,7% lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Maret 7,9% karena transaksi penarikan neto ULN dan pengaruh pengurangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sehingga utang dalam rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS.
“Peningkatan pertumbuhan ULN terutama bersumber dari ULN sektor swasta, di tengah perlambatan ULN pemerintah,” tulis keterangan tersebut, dikutip, Senin (17/6/2019).
Laporan:Muhammad Hafid