KedaiPena.Com – Ekonom senior INDEF yang juga Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini menilai, rencana
anggaran pertahanan sebesar US$ 124.995.000 atau sekitar Rp 1.788,2 triliun kurang memperhatikan
kondisi APBN yang saat ini sekarat dengan utang.
Hal itu disampaikan oleh Didik sapaanya saat menyoroti rencana anggaran yang tertuang dalam rancangan Peraturan Presiden tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2040 atau (Alpalhankam)
“Jumlah utang APBN sudah mencapai Rp 6.361 triliun . Belum, utang BUMN perbankan dan non perbankan yang pasti akan ditanggung negara jika gagal bayar mencapai tidak kurang dari Rp 2.143 triliun. Total utang publik sekarang mencapai Rp 8.504 triliun,” kata Didik kepada wartawan, Kamis, (3/6/2021).
Dengan kondisi demikian, Didik memperkirakan, di akhir periode, pemerintahan Jokowi akan mewariskan lebih dari Rp 10 ribu triliun kepada presiden berikutnya.
“Pada tahun 2019 utang yang diputuskan di APBN mencapai Rp 921,5 triliun. Keperluan utganya tersebut untuk membayar bunga, pokok dan sisanya untuk menambal kebutuhan defisit. Tahun 2020 rencana utang ingin ditekan menjadi Rp 651,1 triliun agar wajah APBN kelihatan apik,” tegas dia.
Namun demikian, kata dia, krisis dan pandemi kemudian mengharuskan utang tahun 2020 dinaikkan pesat menjadi Rp 1.226 triliun.
“Perubahan-perubahan seperti ini mencerminkan perilaku labil dan semau gue dari penguasa, obrak-abrik merusak APBN, dan cerminan DPR yang telat mikir dan lemah kuasa,” papar Didik.
Sebagai akibatnya, lanjut Didik, setiap tahun kewajiban pembayaran utang pokok dan bunga plus cicilan utang luar negeri pemerintah (tidak termasuk swasta) sudah sangat tainggi dan di luar kewajaran, yakni mencapai Rp 772 triliun rupiah pada tahun 2020.
“Pembayaran utang dari kantong APBN ini ke depan bisa bergerak cepat menuju 1.000 triliun dalam waktu tidak terlalu lama,” ungkap Didik.
Didik mengaku, khawatir dan kasihan APBN diobrak-abrik oleh penguasa sehingga wajah dan strukturnya rusak berat.
“Tidak ada kepemimpinan ekonomi (economic leadership) pada saat ini sehingga bisa berbuat apa saja terhadap APBN. Ekonomi kita menanggung beban berat karena anggaran kondisinya berat. Kemungkinan terjadinya krisis bisa lewat pintu APBN ini,” ungkap Didik.
Didik pun mengingatkan, jika gabungan dari masalah APBN ini ditambah kepercayaan publik merosot, maka krisis bisa terjadi.
“Karena itu, kemuingkinan krisis harus dicegah dengan menguatkan kembali APBN agar hati-hati dalam perencanaannya dan mengembalikan lagi pertumbuhan di atas tingkat moderat,” tandas Didik.
Laporan: Muhammad Hafidh