KedaiPena.Com- Ekonom senior Indef Dradjad Wibowo mengaku tidak sepakat dengan pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang yang menyebut turunnya level Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur RI pada Juli 2024 ke zona kontraksi 49,3 lantaran relaksasi impor yang tertuang dalam Permendag No. 8/2024 pada Mei lalu.
“Menyalahkan relaksasi impor, bukan lah pernyataan atau langkah yang bijak. Bahkan bisa ditafsirkan sebagai bentuk ketidakharmonisan kerja antar kementerian / lembaga,” kata Dradjad, Jumat,(2/8/2024).
Dradjad menilai, daripada salah menyalahkan sebaiknya secara bersama-sama dapat mendesain kebijakan yang sinkron dan optimal antara pengembangan di dalam atau di luar negeri.
“Misalnya, regulasi impor apa dan sebesar apa yang optimal bagi konsumen dan produsen domestik sekaligus. Apakah bea masuk anti dumping bisa dilakukan untuk komoditi dengan kode HS tertentu,” papar dia.
Tak hanya itu, kata Dradjad, perlu juga dipersiapkan secara bersama-sama solusi teknis terhadap backlog di pelabuhan.
“Apakah solusi agar industri domestik lebih bersaing dan tidak hanya mengharapkan proteksi berlebihan,” tambah dia.
Ia memandang, pemerintah juga perlu mencari tahu apakah terdapat faktor biaya produk yang di luar kewajaran akibat kebijakan negara atau ulah oknum hingga level Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur RI pada Juli 2024 ke zona kontraksi 49,3.
“Membongkar ekonomi biaya tinggi dalam proses industri itu akan lebih besar manfaatnya dalam jangka menengah dan panjang dari pada buka tutup relaksasi dan restriksi impor,” tegas dia.
Dradjad menegaskan cara-cara tersebut jauh lebih baik ketimbang saling menyalahkan terkait dengan kebijakan relaksasi impor. Dradjad berharap, hal-hal seperti tidak terulang di era pemerintahan Prabowo-Gibran.
Laporan: Tim Kedai Pena