KedaiPena.Com – Ekonom Enny Sri Hartati menyatakan rencana holding ultra mikro yang berjalan saat ini bukanlah yang seperti dikonsepkan sejak awal. Enny bahkan mengatakan kerangka holding yang berlaku saat ini hanya menguntungkan Bank BRI.
“Ini bukan Holding Ultra Mikro. Ini akuisisi BRI,” ujarnya kepada awak media, Jumat (18/6/2021).
Enny beralasan kerangka holding saat ini tampak sangat menguntungkan Bank BRI, dan bukan memberi manfaat bagi para pelaku UMKM.
Pasalnya, usai membaca prospektus yang dipublikasikan Bank BRI, kerangka holding ultra mikro yang berlaku saat ini hanya tertuju pada proses pengalihan kepemilikan saham PT. Pegadaian dan PNM atau akuisisi kepada bank BRI.
“Konsep yang dinarasikan dengan yang dijalankan saat ini, berbeda. Konsep awalnya Holding Ultra Mikro untuk meningkatkan sinergi dan kolaborasi antar BUMN demi memperkuat UMKM. Saat ini, malah untuk kepentingan BRI saja. Ini tentu akuisisi, bukan holding,” kata dia.
Enny menjelaskan pada awalnya konsep holding ultra mikro ini memang didorong untuk mengisi kemampuan agenda pembiayaan yang dimiliki BRI dengan segmen pembiayaan UMKM atau ultra mikro yang dipunyai PT. Pegadaian dan PNM.
Ia menjelaskan, Gap kemampuan agenda pembiayaan antar BUMN tersebut diyakini akan memberi manfaat bagi perluasan akses dan penguatan UMKM.
Sementara itu, Pakar Koperasi dan UMKM sekaligus Koordinator Tolak Holding Ultra Mikro Suroto juga ikut mengkritisi rencana pemerintah tersebut.
Usai publikasi prospektus pada 15 Juni kemarin, Bank BRI mengkonfirmasi akan melaksanakan rencana penambahan modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue dan rencana penyetoran saham dalam bentuk selain uang (Inbreng) oleh Negara Republik Indonesia selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) perseroan
Menurut Suroto, dengan dua aksi korporasi tersebut, maka entitas berkode emiten BBRI ini akan menjadi pemegang saham mayoritas pada PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM sebagai bagian dari pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro. Dan holding ini nantinya akan mengarah kepada perluasan penetrasi pasar, dimana selama ini porsi kelompok mikro berjumlah sekitar 99 persen dari total pelaku usaha.
“Jadi sebetulnya misi pemerintah itu apa? Apakah ingin mengembangkan kelembagaan mikro milik masyarakat atau milik pemerintah? Sementara BRI saja posisi sudah IPO, kalau sudah leading di bursa itu kan kemungkinan peranannya diambil alih oleh asing dengan membeli sahamnya sangat besar,” kata dia terpisah.
Suroto pun mempertanyakan komitmen pemerintah yang justru dinilai akan menghabisi keberlangsungan lembaga keuangan mikro yang didirikan oleh masyarakat, seperti Koperasi, Baitul Mal Wa Tamwil (BMT), dan lain sebagainya.
Sebab, lanjutnya, rencana penggabungan tiga BUMN ini akan mengarah kepada penyeragaman kelembagaan yang didominasi oleh entitas bisnis plat merah.
“Menurut saya ini soal komitmen pemerintah, sebenarnya pemerintah ini ingin membangun konsep demokrasi ekonomi (ekonomi kerakyatan) atau korporatisasi yang kemudian menghabisi lembaga- lembaga keuangan mikro yang sudah dibangun oleh masyarakat,” ungkap Suroto.
Laporan: Ismed Eka