KedaiPena.com – Kerusakan lingkungan hidup terus menjadi sorotan publik. Apalagi setelah beberapa hari ini ruang publik diramaikan berita terancamnya kelestarian lingkungan warga Desa Wadas, Jawa Tengah versus pemerintah yang represif.
Dalam sebuah diskusi virtual via zoom (09/02/2022) yang berjudul “Kerusakan Lingkungan Hidup, Kerugian Negara, dan Tindak Pidana Pencucian Uang”, Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira menyebut pemerintah sulit tegas dalam menindak perusahaan perusak lingkungan karena berkaitan dengan sistem ekonomi politik dewasa ini.
“Yaitu antara pejabat publik dan pengusaha yang terindikasi merusak lingkungan, sekarang hampir tidak bisa dibedakan,” kata Bhima.
Menurutnya, para pejabat ini mempunyai saham, berkuasa terhadap manajemen, duduk sebagai direksi dan secara terang-terangan tanpa malu aktif di perusahaan ekstraktif seperti batubara dan kelapa sawit.
“Akibatnya bila ada masalah kerusakan lingkungan, pemerintah akan berpihak kepada sektor esktraktif ini. Kemudian di level daerah, pejabat dan aparatnya menjadi sungkan atau tidak enak untuk melakukan pengawasan. Karena takut urusannya bisa panjang sama bos” ujarnya.
Selain itu, ia juga menyoroti hubungan yang kuat antara sektor esktraktif yang berpotensi merusak lingkungan hidup dengan kemunculan perusahaan-perusahaan digital, ventur-ventur capital dan perusahaan start-up atau rintisan.
Menurut Bhima, modus pencucian uang di banyak negara, seperti di Indonesia, Jepang, China, dan Eropa, menggunakan uang hasil dari ekstraktif untuk diputar-putar. Kalau sebelumnya digunakan untuk pembelian bangunan, mobil, atau asset-aset saham dan surat utang, sekarang ada modus baru di mana uang hasil dari kejahatan lingkungan dimasukkan ke perusahaan-perusahaan modal ventura asing. Dan setelah dimasukkan ke perusahaan modal ventura asing, baru disuntikkan ke perusahaan startup dalam negeri.
“Oleh karena itu KPK dan PPATK akan kesulitan melakukan penelusuran,” ujarnya lagi.
Menurutnya ini merupaka modus baru yang sangat kompleks. Yang tak sekedar melakukan suap atau korupsi biasa, yang terlalu kelihatan nyata.
“Sekarang ini modusnya uangnya diputar-putar. Sekarang ini modusnya adalah dengan menyuntikkan uang hasil kejahatan lingkungan tersebut ke perusahaan rintisan Indonesia, setelah sebelumnya berputar-putar dahulu ke perusahaan modal ventura di luar negeri seperti di Singapura,” tuturnya.
Bhima menduga, bila perusahaan modal ventura skala internasional ini dibuka, ada potensi di dalamnya adalah uang dari hasil kejahatan lingkungan di Indonesia juga.
“Apalagi bila benar tidak terdaftar secara resmi, bisa jadi perusahaan yang mengaku modal ventura tersebut hanyalah perusahaan cangkang atau shell company seperti dalam kasus Panama dan Pandora Papers,” pungkasnya.
Seperti diketahui, beberapa waktu belakangan ini publik Indonesia sempat dihebohkan dengan perusahaan rintisan milik kedua anak Presiden Jokowi yang disuntik dana totalnya Rp 99 miliar oleh perusahaan Singapura yang bernama Alpha JWC Ventures dan disuntik dana Rp 92 miliar oleh perusahaan Singapura lainnya yang bernama Walker Strategic Investment untuk membeli saham sebuah perusahaan frozen food.
Laporan: Muhammad Luthfi