Artikel ini ditulis oleh Syafril Sjofyan, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B.
Saya beda 10 tahun dengan Edy Mulyadi. Saya lebih tua. Beda usia tidak membedakan kami bersahabat. Bedanya lagi Edy Mulyadi sudah punya cucu. Saya belum.
Sebagai seorang sahabat saya empati terhadap Edy Mulyadi ditahan. Edy jurnalis senior handal yang telah lama malang melintang dijagat media cetak, elektronik dan sekarang online.
Walaupun saya bukan jurnalis, saya menyadari, bagi seorang jurnalis dalam tugasnya penuh ancaman dan tekanan. Edy Mulyadi pemberani. Saya terkadang ngeri. Dia investigasi sendiri dan yang pertama ke lokasi 6 orang mujahid pengawal HRS terbunuh di KM 50. Sehingga berurusan dan dipanggil polisi.
Dia selamat tidak diproses lanjut karena investigasinya merupakan kegiatan pers. Cuma setelah itu lokasi rest area KM 50 secara resmi ditutup.
Setelah kejadian KM 50 tersebut, dia punya channel Youtube sendiri. Bang Edy Channel dibawah logo FNN konsisten mengkritisi kebijakan pemerintah. Rajin membuat konten, setidaknya 2-4 konten setiap hari.
Channel Youtube-nya tumbuh cepat. Konten seputaran politik sebenarnya sangat sulit untuk berkembang. Edy kreatif dan rajin membuat konten.
Dia jadi Youtuber dengan pengikut yang cukup banyak. Terakhir saya ketemu di Jakarta beberapa bulan yang lalu, dalam kesempatan pertemuan Edy Mulyadi buat konten dengan Hanifah Suryani, Tiktokers generasi Z, dia puji Hanifah sebagai pemberani dan cerdas.
Sebagai seorang wartawan senior, saya percaya dia sangat kuat baik mental maupun substansial. Saya juga sangat percaya dia seorang yang sangat hormat kepada sesama.
Dia bukan pembenci tapi penyayang kepada siapapun yang baru dia kenal, selalu berbagi doa. Saya yang berbeda kota setiap subuh selalu mendapatkan doa dari chatting WA-nya.
Begitu juga komentar teman yang baru saya kenalkan ketika Edy datang berkunjung. Esok dan seterusnya selalu mendapatkan chatting doa. Saya bayangkan alangkah rajinnya Edy jika semua kenalannya dikirimi doa setiap hari.
Suatu ketika di tahun 2013 saya berkesempatan dalam satu tim kerja ke Medan, saya satu kamar. Tengah malam dia membangunkan saya untuk tahajud, sejak saat itu saya selalu dapat pesan melalui Blackberry, sekarang WA pesan untuk tahajud dan untaian doa.
Artinya hampir sepuluh tahun saya selalu setiap hari dapat pesan Edi berupa untaian doa. Bahkan sehari sebelum dia ditahan saya masih dapatkan untaian doa dan pengingat untuk tahajud.
Hampir semua teman yang saya kenal dan juga kenal Edy bercerita bahwa mereka mendapatkan hal yang sama dengan saya.
Sebelumnya saya kira Edy akan berhenti berkirim pesan harian setelah sibuk sebagai Youtuber. Ternyata tidak. Malah nambah dengan link konten Youtube-nya.
Tentunya ke depan dia istirahat sementara. Saya merasa sepi tidak ada lagi yang mengingatkan tahajud maupun kiriman doa. Semoga tidak lama istirahatnya. Saya percaya sama sekali Edy bukan seorang pembenci maupun pencaci.
Setelah dari Medan untuk yang kedua kalinya saya masih berkesempatan dalam satu tim kerja di tahun 2013 ke Balikpapan, waktu itu bersama dengan almarhum Gus Solah, saya memang beda kamar hotel dengan Edy Mulyadi tapi tidak bosannya dia memberi ingatan.
Kami di Tim Kerja waktu itu sangat plural ada yang beda agama dan beda suku, ada juga satu perempuan Chinese, Edy sangat akrab dan hormat kepada teman tersebut.
Saya percaya Edy dengan ungkapan ‘Jin Buang Anak’ dia tidak bermaksud menghina dan membenci sesama, baik suku dan budaya adat. Namun demikian dia sudah minta maaf.
Dalam Islam meminta maaf suatu kemuliaan. Dalam suatu hadis disebutkan, bahwa orang yang lebih dulu meminta maaf derajatnya di hadapan Allah SWT lebih tinggi dan lebih dicintai Allah SWT dari orang yang dimintai maaf. Semoga sahabat saya dalam pengasingan di jeruji, dijaga oleh Allah SWT. Aamiin.
[***]