KedaiPena.Com –Â Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.15/PMK.03/2018 mengeluarkan aturan baru tentang cara lain Menghitung Peredaran Bruto.
Aturan ini sendiri memberikan kewenangan aparat pajak untuk menentukan penghasilan atau omset peredaran bruto bagi wajib pajak (WP) Termasuk dari gaya hidup wajib pajak yang bersangkutan.
Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan menilai, bahwa PMK tersebut tak lain dari upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak yang ambisius sehingga harus menempuh berbagai cara mencapainya.
Untuk diketahui, target penerimaan pajak di APBN 2018 sebesar Rp1.618,1 Triliun. Angka itu melejit 9,9 persen dibandingkan tahun 2017 yang terpatok sebesar Rp1.472,7 Triliun.
Dan dari penerimaan perpajakan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak sendiri harus mencapai target sebesar Rp1.385,9 Triliun, sedangkan DJBC sebesar Rp194,1 Triliun.
“Artinya, Direktorat Jenderal Pajak dipaksa bekerja ekstra mengejar tambahan Rp144,1 Triliun dari target penerimaan pajak pada tahun 2017,” ujar dia dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, Sabtu (3/3/2018).
Heri juga menilai, dalih pemerintah bahwa peredaran bruto WP termasuk dengan menilai gaya hidupnya yang tidak dapat dibaca dengan pasti dari pembukuan, tak bisa jadi alasan untuk melakukan penghitungan tak langsung peredaran brutonya.
“Ini adalah masalah psikologis. Kita tahu, kepercayaan publik terhadap petugas pajak masih rendah. Tidak semua petugas pajak itu bersih. Ada juga yang nakal. Belum lagi soal privacy di mana aparat pajak harus menilai omset dari gaya hidupnya. Inilah yang jadi soal,” papar Heri.
Heri menambahkan, dari kacamata fiskus, aturan ini bisa dibenarkan, tapi kalau dari kacamata legalitas, kurang bisa dibenarkan karena tidak didukung dengan data yang kuat. Urusan pajak adalah urusan yang tidak boleh dikira-kira lewat perhitungan tak langsung.
“Harus akurat tanpa polemik. Kalau tidak, ini akan jadi masalah di kemudian hari. Gelombang protes kapan saja bisa terjadi,” tandas Politikus Gerindra.
Laporan: Muhammad Hafidh