KedaiPena.Com – Perilaku manusia yang memanfaatkan sumber daya alam tanpa memikirkan keberlanjutan ekosistem yang ada di wilayah tersebut, membuat sungai-sungai di Pulau Jawa menjadi rusak dan tercemar. Sungai yang seharusnya mengalir indah, akhirnya terkontaminasi logam berat dan plastik.
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi menyebut, sungai-sungai yang berada di kepulauan Jawa dan Kepulauan Seribu, sudah tercemar oleh mikroplastik dalam fase berat dan berbahaya.
“Pencemaran sungai terjadi di semua wilayah. Misalnya, Provinsi di Jawa Timur ada Sungai Brantas, di Jawa Tengah ada Sungai Bengawan Solo dan di Jawa Barat Sungai Citarum yang sudah tercemar logam berat,” kata Prigi dalam acara Walhi secara daring, Selasa (12/4/2022).
Padahal hampir 60 persen populasi Indonesia yang tinggal di Jawa membutuhkan air bersih, termasuk perindustrian yang juga membutuhkan bahan baku air untuk proses produksinya. Tapi fakta itu tak membuat, manusia memahami pentingnya menjaga kelestarian sungai.
“Mereka memeras sungai-sungai yang berada di Bengawan Solo, Brantas dan Citarum untuk kepentingan pribadi. Tapi membuang limbahnya ke sungai,” ujarnya.
Banyaknya perusahaan yang mencemari sungai di pulau Jawa mengakibatkan menurunnya jumlah populasi ikan dan kadar air yang sangat membahayakan bagi kehidupan masyarakat yang bergantung kepada aliran sungai.
“Sungai Brantas terkenal dengan pabrik gula dan pabrik kertas, kemudian Bengawan Solo terkenal dengan industri kain batiknya dan di Citarum ada 500 industri yang bertaraf internasional tapi kotoran limbah di buang ke sungai,” ujarnya lagi.
Prigi menjelaskan mikroplastik merupakan plastik berukuran kurang dari 5 mili yang beragam jenisnya seperti ada fiber, foam, fragmen dan filamen. Yang sering membuat ekosistem sungai menjadi tercemar dan rusak.
“Kandungan mirkoplastik 20 sampai 126 per seratus liter air ditemukan dengan level pencemaran berat. Artinya, tingkatan pencemaran saat ini level sudah dalam fase tercemar berat hingga 100 persen,” tuturnya.
Mayoritas temuan kontaminan di Pulau Jawa ini adalah jenis fiber, yaitu jenis benang yang berasal dari limbah domestik dan limbah pabrik tekstil. Kemudian yang kedua, adalah jenis filamen dan fragmen yang merupakan cuilan-cuilan plastik.
“Kekhawatiran akan pencemaran ini memang sudah seharusnya mengemuka. Karena jangan sampai, jika bicara ekosistem laut dan sungai, yang terjadi adalah lebih banyak plastik dibandingkan ikan,” tuturnya lagi.
Jika melihat jumlah plankton berbanding jumlah mikrplastik, berdasarkan data dinyatakan bahwa 75 persen perairan Indonesia mengandung mikroplastik, sisanya adalah plankton. Artinya, ada potensi habitat ikan yang ada di Brantas, Citarum dan Bengawan Solo itu mengandung mikroplastik.
“Saat kita teliti mikroplastiknya luar biasa banyak. Bahkan di muara Ciliwung Kepulauan Seribu, kita menemukan lebih banyak kandungan mikroplastik dibandingkan sungai lainnya,” ungkapnya.
Hal ini kemungkinan disebabkan proses akumulasi yang terjadi di muara tersebut. Sehingga mengakibatkan kandungan mikroplastik pada ikan yang diteliti memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan wilayah lainnya.
“Di muara Kepulauan Seribu menemukan ratusan plastik dalam satu tubuh ikan, 200 partikel mikroplastik dan menemukan hampir 20 spesies ikan di Pulau Jawa dan di Kepulauan Jawa. Ditemukan juga bahwa ikan Nila memiliki kandungan mirkoplastik paling tinggi di antara jenis ikan yang lainnya,” tandasnya.
Laporan: Hera Irawan