PERKEMBANGAN ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin tak terbendung serta globalisasi yang terus meluas di segala aspek kehidupan manusia telah mendorong dinamika organisasi yang semakin kompleks, saling terkait, dan modern. Hal ini mendorong persaingan semakin ganas untuk dicermati setiap organisasi agar tidak tergilas habis secara alamiah.
Hubungan yang terjadi di dalam organisasi maupun antara organisasi dengan stakeholders-nya pada dasarnya merupakan suatu hubungan kontrak baik yang bersifat eksplisit maupun implisit. Organisasi dipandang sebagai nexus dan set kontrak diantara factor-faktor produksi (Jensen & Meckling, 1976).
Dalam hal ini manajemen harus menjalankan tugasnya tugasnya secara transparan dan akuntabel sesuai dengan amanahnya. Namun dalam praktiknya seringkali menejemen lebih mengutamakan kepentingan pribadinya dari pada kepentingan organisasi maupun pemilik.
Kondisi yang demikian tentunya akan sangat merugikan pemilik mengingat mereka tidak memiliki akses atas keseharian aktivitas organisasi. Permasalahan ini yang akan menanggung beban kerugian tersebut adalah para pemilik serta masyarakat yang mendasarkan keputusan pada laporan keuangan tersebut.
Pemilik atau yang juga disebut principal perlu mengetahui apakah manajemen tetap konsisten untuk menjaga kepentingan pemilik atau sebaliknya malah mengutamakan kepentingan pribadi atau golongannya. Seringkali terjadi principal tidak mendapatkan informasi yang cukup sehingga mengalami kesenjangan informasi (information asymmetry) yang sangat merugikan mereka.
Dengan kondisi yang demikian, manajemen dapat melakukan hal-hal yang merugikan pengguna laporan keuangan termasuk fraud. Salah satu Informasi yang disampaikan kepada publik adalah laporan keuangan (financial statement) yang terdiri dari neraca, laporan arus kas, laporan perubahan modal, catatan atas laporan keuangan, dan laporan Laba Rugi.
Manajemen Laba (Earning Management)
Tujuan utama suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan kekayaan para pemilik atau pemegang saham. Salah satu cara untuk memenuhi tujuan tersebut adalah dengan perolehan laba perusahaan. Perhitungan laba bersih merupakan informasi penting dalam laporan keuangan terutama untuk tujuan perhitungan pajak, pembagian dividen, pedoman kebijakan investasi, peramalan laba di masa yang akan datang, serta penilaian kinerja perusahaan. Pengertian laba menurut konsep akuntansi adalah selisih antara pendapatan (revenue) dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan pada periode yang sama.
Manajemen Laba (earning management) terjadi ketika para manajer memanfaatkan pemilihan metode akuntansi (accounting choice) untuk menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari pada kinerja ekonomis perusahaan, ataupun untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Manajemen laba pada organisasi bisnis dimltivasi beberapa hal seperti untuk memperoleh sejumlah bonus, motivasi politik, motivasi perpajakan, motivasi pergantian chief executif officer (CEO),motivasi initial public offering (IPO), motivasi perjanjian hutang, dan motivasi mempertahankan reputasi.
Manajemen laba dilakukan dengan menerapkan berbagai upaya antara lain dengan Taking a bath, Income Minimization, Income Minimization dan Income Smoothing. Perataan laba (Income Smoothing ) merupakan suatu cara manajemen laba yang dipakai oleh manajemen untuk mengurangi variabilitas laba di antara jumlah laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Usaha untuk mengurangi variabilitas laba itu timbul karena terdapat perbedaan antara jumlah laba yang seharusnya dilaporkan dengan laba yang diharapkan oleh pemilik.
Taking bath dilakukan dengan menghapus aset-aset untuk meningkatkan kemungkinan bonus di masa yang akan datang. Cara lainnya adalah dengan memaksimalkan pendapatan sehingga terlihat kinerja keuangannya menjadi bagus. Hal ini pernah dilakukan beberapa perusahaan termasuk BUMN seperti PT Kereta Api Indonesia dan PT Kimia Farma yang melaporkan laba tidak sama dengan laba yang sebenarnya.
Beberapa kasus internasional seperti kasus Enron juga terkait dengan upaya penyajian kinerja keuangan yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Dengan demikian manajemen laba digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik melalui implementasi metode akuntansi (artificial) maupun secara real (melalui rekayasa pengakuan dan perlakuan akuntansi atas transaksi).
Memang manajemen diperkenankan melakukan pemilihan metode akuntansi (accounting choice) dalam memperlakukan dan pengakuan suatu transaksi. Dengan pemilihan metode akuntansi ini manajemen dapat menentukan informasi yang akan ditampilkannya kepada para pengguna laporan keuangan tersebut. Sayangnya para pengguna (users) laporan keuangan tidak memiliki pemahaman yang cukup sehingga terjadi kesenjangan informasi atau information asymmetry.
Hal tersebut mendorong terjadinya kesalahan penetapan keputusan (adverse selection problems) dan pelanggaran peraturan (moral hazards). Dengan demikian tindakan manajemen laba ini akan mendorong terkondisinya information asymmetry pada pengguna laporan keuangan sehingga manajemen akan leluasa melakukan penyimpangan termasuk fraud.
Fraud
Fraud diartikan sebagai kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan organisasi dengan cara penipuan yang disengaja, pengambilan aset kantor, pemalsuan catatan dan pembukuan, penyelewengan, pembebanan yang melebihi dari yang segarusnya dan tanpa dasar, dan lai-lain. Tindakan yang demikian menyebabkan laporan keuangan manjadi salah saji sehingga menurunkan kualitasnya.
Sebagai suatu kejahatan yang melanggar peraturan dan perundangan, fraud terbangun dari tiga unsur yang meliputi (Mary-Jo Kranacher, Richard Riley, Joseph T, 2011) : Conversion (menipu, merekayasa, membohongi, manipulasi dll). Concealment (menyembunyikan melalui penyajian informasi yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya) dan Theft (mengambil kekayaan secara tidak sah untuk memperkaya diri sendiri, orang lain maupun korporasi).
Menurut Wells (2013) dan ACFE (2012) fraud yang terjadi pada perusahaan dikategorikan dalam tiga jenis yakni: Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Financial Reporting) yang melibatkan akuntan karena keahliannya dalam penyusunan laporan keuangan.
Fraud dilakukan dengan manipulasi, pemalsuan catatan akuntansi atau dokumen pendukung laporan keuangan, sengaja menghilangkan kejadian dan informasi penting dari laporan keuangan, dan sengaja menerapkan prinsip akuntansi yang salah (memilih metode akuntansi yang tidak proper). Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation) yakni penggelapan penerimaan kas, pencurian aktiva, dan hal-hal yang menyebabkan suatu organisasi membayar untuk barang atau jasa yang tidak diterimanya.
Kasus-kasus yang telah diputuskan pengadillan dan sempat menjadi perhatian publik terkait pembobolan dana nasabah perbankan seperti kasus di City Bank, Bank Mandiri Syariah Bogor, BNI, serta kasus-kasus lainnya merupakan contoh penyalahgunaan asset perusahaan untuk kepentingan pribadi. Kasus di dunia internasional yang cukup menghebohkan seperti kasus Enron dan lainnya.
Demikian juga halnya dengan mantan pejabat di pemerintahan dan BUMN yang tidak mau mengembalikan rumah dinas yang ditempatinya walaupun dia sudah lama pensiun dengan berbagai alasan untuk pembenaran. Fraud yang terakhir adalah Korupsi (Corruption) yang merupakan “kejahatan (evil)†merusak bangsa dan Negara.
Tiga bentuk fraud (fraudulent financial reporting, misappropiation of assets, dan corruption) sebenarnya hanya berlaku pada organisasi sektor privat atau komersial yang pendanaannya dari pribadi (privat) dan tujuan utamanya adalah mendapatkan profit sebanyak-banyaknya. Tidak demikian halnya bila fraud terjadi pada organisasi sektor publik.
Pendanaan yang dikelola oleh organisasi sektor publik berasal dari dana masyarakat atau juga dana pemerintah (uang Negara/daerah). Organisasi sektor publik menjalankan operasinya tidak untuk menghasilkan profit namun diutamakan melayani masyarakat. Oleh karena dana, sarana dan prasarana serta sumber daya lain yang dikelola organisasi sektor publik adalah milik Negara maka fraud yang terjadi pada organisasi ini hanyalah korupsi. Dua bentuk fraud lainnya yakni fraudulent financial reporting dan misappropriation of assets merupakan bentuk-bentuk delik korupsi.
Kesimpulan
Satu pertanyaan untuk direnungkan oleh para akuntan yakni : “apakah kegiatan manajemen laba (Earning Management) dengan berbagai bentuknya seperti perataan laba (income smoothing) yang banyak dijalankan oleh organisasi (terutama korporasi) bukan merupakan suatu tindakan fraud?â€.
Sesungguhnya manajemen laba termasuk tindakan fraud mengingat dalam manajemen laba laporan keuangan disajikan disesuaikan dengan keinginan manajemen bukan yang faktual (apa adanya) dengan dukungan standar akuntansi yang berlaku umum. Kalau kita kembali kepada unsur-unsur fraud (conversion, concealment, dan theft), maka kegiatan manajemen laba memenuhi unsur conversion (merekayasa, manipulasi) dan concealment (menyembunyikan, menutupi) walaupun tidak secara langsung terjadi theft (menguntungkan diri sendiri).
Apalagi jika dikaitkan dengan pasal 9 undang-undang nomr 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 416 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yakni “Seorang pejabat atau orang lain yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang sengaja membuat secara palsu atau memalsu buku buku-buku daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Jadi jelaslah bahwa ditinjau dari pengertian dan unsur-unsur fraud dan dari sudut pandang peraturan perundangan maka tindakan manajemen laba dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan fraud. Apabila hal tersebut terjadi pada organisasi sektor publik maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana korupsi yang dapat diancam dengan sanksi hukum pidana.
Oleh karena itu, agar tidak dituduh sebagai profesi yang mendukung sikap permissive, hendaknya para akuntan melakukan kajian mengenai hal ini dari berbagai sudut pandang. Apakah manjemen laba ini tetap dapat ditolerir sebagai suatu kreativitas akuntansi atau sesuatu yang harus dihindarkan. Apalagi kenyataannya saat ini semakin banyak saja korporasi yang melakukan manajemen laba dalam laporan keuangan yang disampaikan kepada publik.
Oleh: Prof. Dr. Haryono Umar, Ak, MSc, CA, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jilid II