Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah.
Bagaimana cara orang Belanda menjajah Nusantara hingga mencapai ratusan tahun?
Terutama sekali ternyata bukan dengan cara-cara militer, tetapi melalui konsesi atau perjanjian-perjanjian dengan elit penguasa pribumi, seperti raja atau pangeran.
Semua hak, wilayah, dan kekuasaan VOC didapat berdasarkan kontrak. Amangkurat II misalnya menggadaikan pelabuhan Pantura Jawa sebagai barter untuk mendapat dukungan Belanda.
Susuhunan Mataram kelima ini selalu bangga dengan yang berbau asing. Di kalangan rakyat didesas-desuskan ia orang Belanda, anak kandung Admiral Speelman (Gubernur Jenderal VOC), karena sering berpakaian seragam ala admiral, sehingga dijuluki Sunan Amral.
Perjanjian Ponorogo, 1743, antara Paku Buwono II dengan VOC menghasilkan seluruh pesisir Mataram diserahkan kepada VOC, rakyat Jawa dilarang bikin perahu yang akhirnya mengikis jiwa bahari masyarakat Jawa.
Mataram dipecah dalam Perjanjian Giyanti, 1755. Menjadi Paku Buwono di Surakarta (Solo) dan Hamengku Buwono di Yogyakarta.
Di era itu banyak bupati mengaku anak angkat raja Belanda, Raja Willem van Oranje-Nassau, dan kepada Gubernur Jenderal mereka selalu sungkem sambil menyapa dengan sebutan Eyang Romo.
Belanda pandai memanfaatkan konflik antar elit pribumi yang saling bertikai dalam soal suksesi dan perang takhta. Mereka selalu memihak kepada penguasa boneka yang bisa diatur.
Bagaimana keadaan sekarang?
Kata orang “History never really says goodbye, history says, see you later …”
Sedang orang Perancis berkata “L’histoire se répète …”. Sejarah berulang …
Sikap sungkem kepada penguasa asing rupanya juga diteruskan oleh penguasa rezim hari ini, yaitu kepada pemerintah China di bawah Xi Jinping, sehingga Jokowi dalam kunjungannya ke China bersama Luhut Binsar Panjaitan beberapa waktu lalu meminta China untuk menjadi penyusun detail desain Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
Jika dulu Bung Hatta berkata “Lebih baik kami melihat Indonesia tenggelam ke dasar lautan, daripada melihatnya menjadi embel-embel abadi negara asing”, oleh rezim saat ini negeri ini sekarang sengaja diobral secara murah-meriah untuk dikuasai asing.
Itulah yang terjadi manakala penguasa lancung berjiwa pedagang menguasai negeri, dimana sejarah dan konstitusi tidak ditempatkan sebagai pedoman.
“Itulah bukti yang nyata, bahwa wilayah tersebut memang sudah diserahkan kepada Tiongkok,” tandas tokoh nasional Dr Rizal Ramli di akun twitter-nya belum lama ini, menanggapi permintaan Jokowi kepada China agar menjadi penyusun detail IKN Nusantara di Kalimantan Timur.
[***]