Artikel ini ditulis oleh Juru Bicara Presiden era Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, almarhum Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tidak pernah mengkooptasi organisasi tersebut.
Hal itu yang membuat PBNU itu besar dan dihormati, tidak hanya nasional tapi juga internasional.
Kenapa dunia menghormati? Karena Gus Dur menggunakan PBNU itu sebagai payung civil society, seperti sebagai pro demokrasi. Melawan penindasan.
Baca juga: Ikatan Batin Rizal Ramli, Gus Dur dan Nahdlatul Ulama
Sekarang, orang melihat PBNU ini terlalu dekat dengan pemerintahan, yang dirasakan masyarakat sebagai penindasan. Ini yang tidak boleh terjadi.
Sebenarnya, kalau kita lihat di pasar, di masyarakat, resistensi pada PBNU itu tinggi. Orang kalau menyebut PBNU, ‘Halah PBNU’. Itu yang saya rasakan, orang ngomong kepada saya.
Hal itu yang ingin saya jelaskan pada temen-temen di struktur PBNU, bahwa kembali-lah sebagai payung civil society, menjadi wakil dari masyarakat untuk menyampaikan perasaan-perasaan yang dirasakan oleh masyarakat disampaikan ke pemerintah.
Bukan sebaliknya, perasaan pemerintah disampaikan PBNU kepada masyarakat. Jadi harusnya, PBNU menjadi juru bicara perasaan masyarakat kepada negara, kepada pemerintah.
Itu yang saya terima pesannya, dulu dari Kyai Waqih di Langitan, bahwa beliau dulu masih ada, ditemani putranya Gus Maksum, menyampaikan itu.
Situasi negara seperti ini harus dikabarkan kepada rakyat, kepada masyarakat, apa yang terjadi, agar rakyat tidak bingung.
Dulu saya masih muda, karena itu saya mengumpulkan temen-temen, jadilah forum Langitan, kita menjelaskan ini kepaa rakyat. Ini lho yang terjadi.
Lalu, spirit Langitan itu kan menjadi nafas gerakan reformasi waktu itu. Kyai Waqih berpesan, sekarang saya sudah tua sakit-sakitan.
Baca juga: Kisah Rizal Ramli Atasi Kelangkaan Migor di Era Presiden Gusdur
Lalu siapa yang bisa menyampaikan kepada rakyat, karena kyai itu kan tokoh masyarakat yang harus menyampaikan persoalan rakyat kepada pemerintah, bukan sebaliknya.
Nah itu kemudian, saya sampaikan. Kan ada anak kyai, para gus-gus.
Tapi sekarang, ternyata gus-gus ini sedang sibuk jadi timses pilkada. Nah itu lah mulai gap antara NU dengan masyarakat, ketika isu-isu kita masuk ke elektoral.
[***]