KedaiPena.Com – Harus diakui bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia di era reformasi. Komisi itu telah berhasil menjerat ratusan aktor korupsi yang berasal dari kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan swasta.
Setelah batal dibahas dalam Prolegnas 2009-2014, Revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali masuk dalam Prolegnas 2015-2109. RUU KPK masuk dalam urutan nomor 63. Sedangkan RUU Pemberantasan Tipikor berada pada urutan 37.
“Jika RUU KPK atas inisiatif usul DPR, RUU Pemberantasan Tipikor menjadi usul pemerintah dan DPR,” kata Kepala Departemen Sosial Politik BEM UNJ 2016, Rizky Fajrianto dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, Minggu (21/2).
Pembahasan RUU KPK nantinya menjadi ranah Komisi III yang membidangi hukum. Kendati demikian, Komisi III saat ini fokus pada pembahasan RKUHP yang menjadi prioritas. Setelah pembahasan RKUHP, akan dilanjutkan dengan RKUHAP. Jika keduanya rampung, Komisi III akan melakukan pembahasan terhadap RUU KPK, Kepolisian dan Kejaksaan.
“RKUHAP dan RKUHP saya yakini menjadi pintu masuk dalam pembahasan RUU KPK. Apalagi, hukum acara menjadi acuan dalam proses penegakan hukum,” sambung dia.
Upaya pelemahan KPK saat ini muncul dari sejumlah partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pelemahan KPK kini datang melalui mekanisme yang sah, yaitu proses legislatif dengan cara melakukan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 (revisi UU KPK).
Usaha sejumlah partai politik di DPR untuk mengusulkan dan membahas revisi UU KPK sudah dimulai lima tahun lalu. Proses legislasi revisi UU KPK adalah yang paling aktif sejak lima tahun terakhir karena berkali-kali diusulkan, kemudian dibatalkan setelah mendapat penolakan dari publik.
“Meski banyak penolakan, tampaknya tidak sedikit pula yang tetap nekat membahas dan mengesahkan revisi UU KPK tahun ini. Sedikitnya ada 45 anggota DPR dari 6 fraksi yang menjadi pengusul revisi UU KPK. Pada Senin, 1 Februari 2016, revisi UU KPK mulai kembali dibahas dalam rapat harmonisasi Badan Legislasi DPR,” ia menambahkan.
Secara logika akal sehat, merevisi sebuah regulasi adalah upaya memperkuat atau memperbaiki regulasi sebelumnya. Namun, berbeda dengan rencana revisi UU KPK yang disiapkan DPR. Secara substansi, rancangan revisi UU KPK yang diusulkan DPR awal Februari lalu jika kembali dicermati justru bermaksud melemahkan institusi KPK.
(Prw/Foto: Istimewa)