KedaiPena.com – Kejaksaan Agung diharapkan bisa menyampaikan kepada publik terkait penggeledahan yang dilakukan korps baju coklat itu ke Pertamina (Persero) Holding dan Subholding anak perusahaannya terkait dugaan penyimpangan impor minyak mentah dan BBM.
Hal ini disampaikan Praktisi Hukum SHP Law Firm, Syaefullah Hamid, mengingat sudah lebih dari dua bulan sejak penggeledahan di Kantor Pertamina itu diberitakan oleh media, setelah itu juga terjadi penggeledahan lanjutan sampai pemanggilan klarifikasi, tapi sampai saat ini Kejagung nampaknya masih bungkam terkait perkembangan kasus tersebut.
“Publik tentu menantikan perkembangan kasus ini, mengingat minyak mentah sebagai bahan BBM adalah barang yang diadakan untuk mencukupi kebutuhan hajat hidup orang banyak, jika dugaan mark up terbukti maka semua rakyat ikut menanggung beban kemahalan sebagai konsumen BBM, apalagi saat ini pemerintah terus menggembar-gemborkan swasembada energi,” kata Syaefullah pada awak media, ditulis Sabtu (4/12/2024).
Pemerhati Ekonomi Energi ini menyatakan memang aparat penegak hukum biasanya berhati-hati dalam menetapkan sebagai tersangka. Tetapi biasanya kalau sudah dilakukan berkali-kali penggeledahan, menunjukkan kasus ini Pidsus Kejagung benar sangat serius.
“Kalau sudah ada penggeledahan biasanya sudah masuk tahap penyidikan, kalau sudah ada masuk penyidikan berarti sudah ada tersangka,” ujarnya.
Senada, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman pun mengharapkan kasus ini bisa dituntaskan.
“Belakangan ini, beberapa nama pejabat Pertamina, ternyata nomor telepon seluler mereka sudah pada tidak aktif, jika dikirim pesan WA hanya tercontreng satu,” kata Yusri.
Ia pun menduga, jangan-jangan benar sudah ada tersangka dari kasus itu. Karena menurut Yusri penggeledahan harus mendapatkan izin dari pengadilan, kecuali untuk kasus operasi tangkap tangan (OTT) untuk menghindari penghilangan barang bukti.
Menurut sumber yang diterima CERI, diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar Dollar Amerika kerugian negara setiap tahunnya, akibat kemahalan proses impor sejak tahun 2018 hingga 2023. Totalnya bisa mencapai sekitar 6 miliar Dollar Amerika atau setara Rp96 triliun, jika dikembangkan hingga akhir tahun 2024 maka bisa mencapai 7,2 miliar Dollar Amerika atau setara Rp115,2 triliun dengan nilai tukar Rp16.000 per Dollar Amerika. Bahkan informasinya Tim BPK RI sedang melakukan perhitungannya.
“Oleh sebab itu, demi kepastian hukum dan tidak menjadi sumber fitnah, kami berharap jika cukup alat bukti sebaiknya proses penyelidikan ini bisa segera dinaikan statusnya ke tahap penyidikan untuk menyelamatkan keuangan negara, jika tidak segera tutup buku,” pungkasnya.
Berhembus kabar sejumlah petinggi Direksi Pertamina dari holding dan subholding telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Menteri BUMN Erick Thohir dikabarkan akan segera mengganti Direksi Pertamina holding dan subholding yang terlibat dalam kasus tersebut.
Awak media telah mencoba melakukan konfirmasi kepada Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar sejak Kamis kemarin. Namun sampai berita ini dimuat belum ada jawaban.
Laporan: Ranny Supusepa