KedaiPena.Com – Kasus kebocoran data pribadi terus berulang terjadi di Indonesia. Baru – baru ini masyarakat dihebohkan dengan adanya dugaan kebocoran data 1,3 juta pengguna di aplikasi eHAC.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Fraksi Partai Demokrat Anton Sukartono Suratto mendorong, agar RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) segera direalisasikan menjadi produk Undang-undang.
“UU PDP tersebut semakin diperlukan lantaran saat ini masih minim payung hukum untuk melindungi data pribadi. Hal itu diperparah lantaran saat ini keamanan siber atau cyber security di Indonesia juga masih lemah,” kata Anton begitu ia disapa, Kamis, (2/9/2021).
Anton pun mengingatkan, pentingnya cyber security sebagai layer dalam cyber space yang harus menjadi dominan khususnya di Indonesia. Hal ini, kata Anton, agar data pribadi masyarakat dapat terlindungi dan tidak tersebar atas persetujuan pemilik data tersebut.
“Untuk menjamin efektivitas regulasi ini, perlu dibentuk otoritas independen dengan tugas melakukan pengawasan para pihak yang berkutat dengan data. Dengan kedudukannya yang independen, lembaga tersebut diharapkan lebih mampu bersikap objektif sehingga dapat meminimalisasi penyalahgunaan data pribadi,” tegas Anton.
Anton menjelaskan, dalam RUU PDP terdapat empat unsur penting, yaitu pemilik data atau data owner, pengguna data atau data user, flow data dan keamanan data.
“Adanya UU PDP tersebut juga bisa memberikan kepercayaan bagi masyarakat untuk menggunakan layanan industri keuangan. Payung hukum perlindungan data pribadi saat ini masih dalam tahapan pembahasan, sedangkan kebutuhan informasi atau pun kegiatan yg berbasis data tidak bisa menunggu final pembahasan payung hukum PDP,” papar Anton.
Selain itu, tegas Anton, pemerintah melalui Kementerian dan lembaga sebaiknya dapat berkordinasi dengan Kemenkominfo dan aparat penanganan cyber security, seperti BSSN atau kepolisian terkait dugaan kebocoran data tersebut.
Pasalnya, tegas Anton, kebocoran data bisa disebabkan banyak hal. Salah satunya karena security data di dalam database Kemenkes lemah.
“Dan aplikasi tersebut dibuat “mungkin” asal jadi dan tidak dilakukan perbaikan ataupun upgrade secara berkala untuk melihat kelemahan-kelemahan yang muncul di aplikasi tersebut,” papar Anton.
Anton juga menyarankan, agar sebaiknya Kementerian melakukan perencanaan dan pertimbangan dalam keamanan kebocoran data termasuk menggunakan SDM yang unggul.
“Jangan tampilan luarnya bagus tapi dalamnya ringkih keamanan, apalagi menyangkut data masyrakat yang secara UU, pemerintah wajib menjaga dan melindungi warga negaranya,” tutur Anton.
Anton menegaskan, jika aplikasi milik negara terus bocor akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan fungsi negara.
“Melindungi warganya, akhirnya terjadilah peta konflik, masyarakat tidak mau pakai aplikasi dari Pemerintah,” tandas Anton.
Sekedar informasi, apliksasi eHAC sendiri adalah singkatan dari Electronic – Health Alert Card, yaitu Kartu Kewaspadaan Kesehatan yang dimanfaatkan sebagai syarat perjalanan. Dengan aplikasi tersebut, orang yang masuk ke Indonesia atau berpergian antar kota diharuskan mengisi data diri, alamat, tujuan pergi hingga tes Covid-19.
Laporan: Muhammad Hafidh