SIAPA yang tidak kenal dengan sosok dwi tunggal proklamator, yang sekaligus mantan presiden dan wakil presiden pertama di negeri ini, Soekarno-Hatta. Sosok Bung Karno yang notabene merupakan figur kharismatik serta seorang orator ulung, mengusai beberapa bahasa asing. Di mana setiap orasi kebangsaan yang didengungkan di seluruh pelosok negeri ini, dapat membangkitkan semangat nasionalisme dan persatuan rakyat Indonesia.
Gaya kepemimpinan Soekarno yang begitu egaliter serta sangat populis, dan penuh semangat yang berapi-api ketika berpidato di dalam maupun luar negeri, mirip dengan gaya orasi Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Dialektika dan gaya kepemimpinan Bung Karno, sapaan akrab mantan Presiden Soekarno banyak berorientasi pada nilai luhur menyangkut moralitas, etika politik, sistem kenegaraan serta ideologi pancasila, yang menjadi dasar berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sehingga di zaman itu kita disuguhi sebuah pemandangan politik yang begitu menarik perhatian publik dan penuh dengan makna, di mana bertarungnya ide dan gagasan tentang negara, di antara adu argumentasi politik para pendiri bangsa.
Di awal berdirinya republik tercinta, di antara para pemimpin bangsa saat itu, sangatlah konsisten dalam memperjuangkan nilai persatuan dan kesatuan di bumi pertiwi, dari Sabang hingga Merauke dalam bingkai NKRI, yang hingga saat ini menjadi bentuk negara kesatuan, dan menjadi ‘rule of model’ dalam bernegara, yang tetap kita pertahankan sebagai suatu identitas sebuah bangsa, yakni Indonesia yang berdaulat dari hegemoni bangsa lain.
Ide dan pemikiran Soekarno-Hatta tentang negara kesatuan dan konsep federalisme menurut Bung Hatta di awal NKRI berdiri membuka ruang perdebatan ilmiah mengenai negara, di antara para pemimpin bangsa. Dialektika yang sangat argumentatif dari para pemimpin bangsa saat itu, berujung pada konsensus politik yakni menetapkan Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan, yang terikat dalam bingkai NKRI.
Keputusan Ijtima Ulama GNPF yang hanya merekomendasikan nama Prabowo Subianto sebagai calon presiden, sudah sangat tepat dan patut mendapat apresiasi semua pihak. Karena akhirnya Ijtima Ulama GNPF secara aklamasi menghasilkan satu nama sebagai calon presiden pilihan ulama pada 2019-2024.
Pasca Ijtima Ulama berlangsung, kemudian publik kembali disuguhi sebuah karya politik agung tingkat tinggi dengan hadirnya koalisi antara partai Demokrat dan Partai Gerindra yang ditutup oleh statemen Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan; ‘Prabowo Calon Presiden Kita’.
Meski Ijtima Ulama sudah mengambil keputusan untuk mencalonkan capres Prabowo Subianto-Habib Salim Segaf Al Jufry, atau Prabowo Subianto-Ustad Abdul Shomad, itu semua bukanlah merupakan harga mati. Karena pada akhirnya keputusan partai politiklah yang menentukan siapa calon yang akan diusung untuk mendampingi capres Prabowo Subianto.
Kini dengan terjadinya koalisi antara PD dan Gerindra. Publik dan para ulama GNPF harus mau menerima kenyataan sebagai jalan tengah agar 2019 negeri ini punya presiden baru, karena penentuan cawapres Prabowo ada ditangan koalisi Partai Demokrat dan Gerindra.
Rizal Ramli memang tidak masuk dalam kriteria ulama GNPF sebagai nominasi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto pada 2019-2024. Akan tetapi para ulama GNPF juga harus berfikir realistis. Karena sosok RR sapaan Rizal Ramli, sedang sangat dibutuhkan oleh negeri ini di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi, yang potensial dilanda ancaman badai krisis ekonomi akibat salah urus sistem perekonomian nasional oleh rezim pemerintahan Jokowi saat ini.
Koalisi Demokrat dan Gerindra pun terlihat jelas menyerahkan sepenuhnya calon wakil presiden kepada Prabowo Subianto, dan bukan hanya sekedar fatsun politik seperti yang dikatakan banyak pengamat, dengan berasumsi Ketua Umum Demokrat SBY, sangat menginginkan AHY putranya, menjadi cawapres Prabowo Subiyanto.
Secara pribadi saya melihat sudah sangat tepat apabila Prabowo Subianto menggaet Rizal Ramli sebagai cawapresnya. Sebab, secara visi dan misi, Rizal Ramli (RR) hampir sama dengan Gerindra maupun Prabowo, yakni sama-sama anti utang luar negeri, anti TKA, anti neolib, dan anti impor, serta keduanya baik Prabowo maupun RR bukanlah petugas partai.
Dari catatan tersebut diatas sosok RR adalah orang yang paling tepat untuk menjadi pendamping Prabowo, karena kimianya hampir sama. Selain itu RR juga tokoh nasional yang memiliki jam terbang memadai, serta jelas keberpihakannya kepada ekonomi kerakyatan serta berpihak kepada rakyat dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta. Selain itu RR berasal dari Sumatra Barat, kampung yang sama dengan mantan Proklamator Bung Hatta, sebagai perpaduan tokoh Jawa yang diwakili oleh Prabowo Subianto dan RR mewakili Sumatra.
Rizal Ramli meski bukan tokoh partai politik, tapi sepak terjangnya bisa diterima semua kalangan partai maupun ormas islam seperti NU dan Muhammadiyah. Munculnya dua nama cawapres pilihan GNPF serta kehadiran Partai Demokrat dalam koalisi dengan Partai Gerindra, yang nantinya akan berujung pada tarik menarik kepentingan, “tentang siapa cawapres Prabowo”?
Sebaiknya Ulama GNPF dan Partai Demokrat serta partai politik lainnya bisa menjadikan RR sebagai figur alternatif calon pendamping Prabowo agar tidak terjadi tarik menarik partai pengusung nantinya.
Meski Prabowo dan Rizal Ramli sering berseberangan dalam beberapa hal, tapi demi kepentingan bangsa dan negara, mereka harus bisa dan mau mengesampingkan persoalan-persoalan tersebut. Selain itu harapan seluruh rakyat di negeri ini pada 2019 mendatang, agar terjadi perbaikan khususnya dalam bidang ekonomi yang mangkrak selama hampir empat tahun diangka 5% di era rezim petugas partai.
Selain itu masyarakat ingin secepatnya parpol untuk juga mau menetapkan cawapres Prabowo Subianto agar konsolidasi ganti presiden bisa berjalan dengan baik. Duet Prabowo-Rizal Ramli akan mengembalikan kejayaan bangsa ini. Indonesia akan memiliki pemimpin berwibawa dan disegani di kancah kawasan regional maupun internasional, karena kedua pemimpin tersebut sangat dibenci oleh pihak asing. Mengutip pesan mantan Presiden Soekarno, pilihlah pemimpin yang dibenci oleh asing, karena dia akan menjadi pemimpin yang mencintai rakyatnya.
Sebagai pesan penutup Rizal Ramli merupakan magnet politik yang akan menjadi cahaya dalam kegelapan. Karena sosok RR memiliki kapasitas untuk membawa negeri ini keluar dari krisis dan kesulitan di masa mendatang akibat salah urus perekonomian bangsa yang dilakukan oleh kaum neolib yang ada di pemerintahan saat ini.
Oleh Pengamat Politik Pradipa Yoedhanegara