KedaiPena.Com – Hasil survei Poltracking Indonesia yang menduetkan Joko Widodo dan Prabowo Subianto sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2019 dianggap mengada-ada. Pasalnya, Gerindra bersama dengan partai koalisi telah bersepakat untuk mengusung Prabowo sebagai capres bukan cawapres.
“Itu mengada-ada, kalau begitu siapa lawannya? Kita kan sudah sepakat mengusung Pak Prabowo sebagai capres,” kata oleh Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono di Jakarta, Senin (19/2/2018).
Arief menjelaskan, hasil survei yang menduetkan Jokowi dan Prabowo sebenarnya sah-sah saja. Namun juga harus melihat hal lain, seperti tingkat kepuasaan masyarakat terhadap pemimpin saat ini. Menurutnya, kepemimpinan saat ini telah gagal menyejahterakan masyarakat karena daya beli masyarakat menurun dan membuat bahan pokok mahal. Selain itu, pengangguran makin banyak dan pertumbuhan ekonomi lesu.
“Lihat juga tingkat kepuasaan masyarakat kepada pemimpin saat ini, apakah kesejahteraan makin meningkat ?,” tegas Arief.
Arief menambahkan Pilpres 2019 kemungkinan hanya akan diikuti oleh dua pasang calon dari dua koalisi yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Jika memang akan muncul poros ketiga maka harus mencukupi minimal 20 persen kursi di DPR sebagai syarat mengajukan capres.
Sebelumnya, muncul skenario duet Jokowi dan Prabowo hasil survei dari Poltracking Indonesia yang dirilis di Hotel Sari pan Pacific, Minggu (18/2/2018). Survei nasional bertajuk ‘Proyeksi Skenario Peta Koalisi Pilpres 2019’ ini menggunakan 1.200 responden di 34 provinsi, dilakukan pada 27 Januari sampai 3 Februari 2018, menggunakan metode stratified multistage random sampling. Margin of error survei ini sebesar kurang lebih 2,83%.
Ada simulasi koalisi poros duet Jokowi-Prabowo versus koalisi poros SBY. Koalisi poros Jokowi-Prabowo berisi PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB, PPP, Partai NasDem, dan Partai Hanura, total kursi 73,40% (411). Koalisi poros SBY berisi Partai Demokrat, PAN, dan PKS, total kursi 26,60% (149).
Simulasi model pertama, Jokowi jadi capres dan Prabowo jadi cawapresnya. Mereka melawan capres Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan cawapres Gatot Nurmantyo. Hasilnya Jokowi-Prabowo menang meraup 50,3% dibanding AHY-Gatot yang meraup 11,6% suara responden. Yang tidak tahu dan tidak menjawab ada 38,1%.
Model kedua, Jokowi-Prabowo versus Gatot-AHY. Tetap Jokowi-Prabowo menang dengan raihan 50,6% melawan Gatot-AHY yang meraih 12,6%. Sisanya tak menjawab.
Direktur Poltracking Indonesia Hanta Yuda AR mengatakan tak ada yang mustahil dalam politik, termasuk bergabungnya Jokowi dengan Prabowo. Poltracking meletakkan simulasi skenario Jokowi plus Prabowo karena ini memang ada peluang terwujud. Meski begitu, poros koalisi Prabowo tak harus Prabowo sendiri yang maju ke Pilpres, meski bisa saja Prabowo sendiri yang maju.
“Jokowi plus Prabowo harus ada lawannya. Lawannya adalah Partai Demokrat. Harus ada tiga partai dalam koalisi Demokrat. Kalau semua partai ke Pak Jokowi, maka calon tunggal,” kata Hanta memungkasi.
Laporan: Hendi