Artikel ini ditulis oleh Adian Radiatus, Pemerhati Politik dan Sosial.
Kepergian LS, demikian sebutan inisial yang sering dipakai lingkungan kawan Lieus Sungkharisma, menyisakan dua sisi situasi yang mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia khususnya kaum aktivis dan penggiat media sosial. Tentu saja hal ini adalah tentang pro dan kontra.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kegiatan Lieus selaku aktivis politik dan sosial mendapat pujian dan apresiasi dari banyak kalangan elite dan publik diberbagai gerakan demonstrasi terhadap ketidak adilan yang muncul di tengah rakyat termasuk agenda negara seperti Pilpres dan hadirnya UU yang menyangkut hajat kehidupan umum.
Namun tentu saja ada pujian akan ada pula celaan bahkan tak jarang cercaan yang justru dalam beberapa indikator datang dari barisan kelompok Tionghoa pula. Pada dasarnya mereka mencela bahwa apa yang dilakukan oleh LS bisa membawa keburukan citra Tionghoa yang semestinya manut pada penguasa yang sah dan tidak ikut-ikutan bersuara politik apalagi yang berseberangan dengan penguasa.
Sebenarnya tidaklah mengherankan ketika masyarakat Tionghoa Indonesia terbelah menjadi beberapa komunitas dengan cara pandang politik yang berbeda bahkan hal itu terjadi sejak jaman pra dan pasca kemerdekaan Indonesia.
Maka ketika berpulang pada sosok LS ini dapat kita cermati bagaimana kelompok yang antipati sekarang kehilangan sosok yang dapat dijadikan pembanding antara sentimen yang dapat dimanfaatkan untuk menonjolkan kehebatan sensasi diri selama dan sesudah LS tiada lagi.
Oleh karena itu menjadi penting evaluasi dan introspeksi dikalangan aktivis dan pemuka masyarakat Tionghoa ketika banyaknya ucapan duka cita mengalir disaat persemayaman jazad Lieus Sungkharisma menjadi fakta akan peranannya selama ini sebagai tokoh aktivis Tionghoa juga kontribusinya di organisasi Buddhis sesuai agamanya mendapat eksistensi sebagai “founding father” organisasi Gemabudhi.
Maka tentu dengan fakta yang tak dapat terlepas satu dengan lainnya, sesungguhnya semua elemen berjiwa demokrasi akan menyatu bilamana dihadapkan pada kehidupan rakyat termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai amanat Demokrasi Pancasila.
Jadi pada dasarnya apa yang diperjuangan dan disuarakan oleh LS semata-mata adalah cara menjaga demokrasi itu sendiri dengan menjadi jembatan yang siap dilalui bahkan ‘diinjak’ agar sampai keseberang tujuan bersama bagi Indonesia yang bersatu dalam damai, sejahtera, kuat dan bahagia.
Semoga almarhum Lieus Sungkharisma telah terlahir dialam bahagianya sesuai keyakinan ajaran agamanya.
[***]