KedaiPena.Com- Kejati Banten telah menetapkan dua nama mantan pejabat di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menjadi tersangka atas dugaan kasus korupsi dana hibah pondok pesantren tahun 2018 sebesar Rp 66,280 miliar dan tahun 2020 sebesar Rp 117 miliar.
Kepala Asisten Intelejen (Kasintel) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Adhyaksa Darma Yulianto mengatakan, kedua tersangka tersebut adalah IS selaku mantan Kepala Biro Kesra Pemprov Banten tahun 2020, dan TS selaku Ketua Tim Evaluasi dalam penganggaran hibah Ponpes tahun 2018 dan 2020.
“Hari ini, perkembangan dari penyidikan kasus dana hibah pesantren tahun 2018 dan 2020, ada dua tambahan tersangka lagi, hasil ekspose tim penyidik dan keterangan saksi dan dua alat bukti,” ucap Adhyaksa, Sabtu, (22/5/2021).
Menurutnya, kedua mantan pejabat Pemprov Banten akan ditahan di Rutan Pandeglang hingga 20 hari ke depan. Hal itu dilakukan guna memudahkan pihaknya untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Mereka ditahan dikhawatirkan melarikan diri dan menghilangkan alat bukti. Ditahan di Rutan Pandeglang untuk 20 hari ke depan,” katanya.
Sementara, Kuasa hukum tersangka IS, Alloy Ferdinan menuturkan, bahwa kliennya hanya menjalankan tugas serta intruksi yang diberikan oleh pimpinannya, yakni Gubernur Banten Wahidin Halim untuk mencairkan dana hibah ponpes pada tahun 2018 dan 2020.
Dirinya pun mengatakan, kliennya hanya mengikuti apa yang sudah menjadi perintah dari Gubernur sebagai atasannya.
“Di sini kan FSPP (Forum Silaturahmi Pondok Pesantren) dan itu sudah melampaui waktu, dan disarankan masuk ke anggaran berikutnya. Cuma perintah gubernur dilaksanakan di tahun yang sama, maka dia (IS) langsung laksanakan. Jadi klien kami tidak punya kepentingan dengan pihak penerima sama sekali,” ujarnya.
Dirinya menyampaikan, jika permintaan dan arahan Gubernur Banten Wahidin Halim kepada IS dari rapat yang dilakukan di Rumah Dinas (Rumdin) Gubernur beberapa waktu lalu. Untuk itu, sebagai bawahan, IS pun terpaksa mengikuti permintaan tersebut.
“Ya tau sendirilah, pasti Gubernur. Secara langsung atau nyata tidak terlihat, tapi dari rapat yang diadakan di rumdin Gubernur sudah terlihat di situ, bahwa klien kami dianggap mempersulit itu (pencairan hibah, red),” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi