KedaiPena.Com – Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 70 Tahun 2020 tentang Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum Dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, pekan lalu (22/6/2020).
Ketentuan ini ditujukan untuk melengkapi kebijakan pemulihan ekonomi, terutama bagi pelaku usaha sektor riil, dengan menempatkan sejumlah dana pemerintah pada bank umum yang ditentukan.
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menilai perlunya keselarasan kerangka regulasi dan pelaksanaan kebijakan setiap program pemulihan ekonomi, untuk memastikan penyaluran stimulus yang merata dan tepat sasaran.
“Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan berbagai stimulus bagi sektor riil sesuai PP No. 23 Tahun 2020, seperti skema restrukturisasi kredit, penempatan dana pemerintah, subsidi angsuran pokok dan bunga kredit, hingga penjaminan pemerintah untuk modal kerja,” ujar Puteri, Jumat, (3/7/2020).
Untuk melengkapi skema tersebut, lanjut Puteri, maka penempatan uang pemerintah di bank umum diharapkan dapat mengungkit dan memperluas akses bagi debitur UMKM maupun industri padat karya, sehingga mempercepat pemulihan aktivitas ekonomi dan sektor riil.
Skema penempatan uang negara pada bank umum dilakukan untuk mengelola kelebihan kas negara, disebut juga dengan praktik cash management. Yaitu ketika saldo rekening Kas Umum Negara diperkirakan melebihi kebutuhan pengeluaran negara pada periode tertentu.
Pada tahap pertama, Menteri Keuangan telah menempatkan dana sebesar Rp30 triliun pada empat bank milik negara yang ditetapkan sebagai bank mitra yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BTN.
Jangka waktu penempatannya adalah 3 bulan dengan tingkat bunga minimal 3,42 persen atau 80 persen dari suku bunga acuan Bank Indonesia.
“Dengan suku bunga murah yang diberikan pemerintah, bank mitra diharapkan dapat mendorong ekspansi kredit terhadap debitur potensial walau di tengah pandemi. Untuk itu, penempatan dana ini harus dipastikan penggunaannya untuk penyaluran kredit sektor riil yang terdampak, bukan untuk investasi dalam bentuk SBN maupun Valas. Tentunya penyaluran kredit produktif dan padat karya, kredit segmen mikro, hingga kredit perumahan perlu dilakukan secara selektif berdasarkan analisis yang tajam untuk menghindari potensi kredit macet di kemudian hari,” tutur Puteri.
Puteri menekankan, pentingnya harmonisasi kerangka regulasi secara konsisten dan menyeluruh untuk memastikan penyaluran stimulus tepat sasaran.
Terlebih sebelumnya, Kementerian Keuangan juga telah menerbitkan PMK No. 64 Tahun 2020 tentang Penempatan Dana pada Bank Peserta dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Menurut Kementerian Keuangan, peraturan tersebut lebih ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit maupun memberikan tambahan modal kerja
“Sisi lain dari beragamnya stimulus adalah tantangan untuk memastikan skema kebijakan yang ada mendukung satu sama lain. Karenanya, suatu bank umum berpotensi menerima dana pemerintah dari dua desain skema yang berbeda, baik berdasarkan PMK No. 70/2020 maupun PMK No. 64/2020. Pemerintah perlu mengantisipasi kemungkinan hal tersebut dan segera menganalisa kekurangan atau kelebihannya. Artinya, pemerintah pun perlu menyiapkan regulasi yang forward looking untuk mengantisipasi sisiran kebijakan tadi,” ungkap Puteri.
Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini juga mengingatkan pemerintah untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan dan penyaluran stimulus melalui pengawasan yang ketat dan evaluasi program secara berkala.
“Pemerintah dan lembaga otoritas terkait agar terus menerapkan kaidah tata kelola yang baik dan prinsip kehatihatian, transparansi, akuntabilitas, serta berbagi beban dan risiko, sehingga tidak menimbulkan moral hazard di kemudian hari. Evaluasi yang dilakukan pun perlu didukung dengan sinergi antar lembaga, baik peninjauan secara internal maupun eksternal,” tutup Puteri.
Laporan: Muhammad Lutfi