KedaiPena.Com – Rencana penggunaan dana haji para jemaah untuk memperkuat stabilitas rupiah tidak termasuk dalam tata cara pengelolaan yang termaktub di dalam Undang-undang (UU) nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
“Di dalam undang-undang 34 tahun 2014 itu ada ketentuan mulai pasal 45-50 itu tentang pengelolaan dana haji disebutkan penempatan berprinsip secara syariah, kemudian untuk kehati-hatian, likuiditas. Semua menunjukkan sebuah satu prinsip semua proses investasi dana haji itu prinsipnya syariah,” ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang kepada wartawan, Kamis, (4/6/2020).
“Nah kalau statement-nya Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) Pak Anggito terkait penggunaan dana haji sebagai penguatan rupiah, saya melihat itu tidak sebagai pengelola dana haji, saya melihat diluar itu,” sambung Politikus PKB ini.
Marwan menjelaskan, ketika DPR RI bersama pemerintah memutuskan untuk besaran haji tahun 2020, BPKH memang langsung mengonversi uang haji dari rupiah ke dolar untuk kebutuhan pelaksanaan.
“Itu berakumulasi sampai Rp8,7 triliun untuk penerbangan dan macem-macem yang lainnya dan pembayaran menggunakan dollar. Itu kemarin kita desak karena kebetulan pada saat itu rupiah sedang baik-baik saja, maka dia mendapatkan dengan harga yang murah kalau gak salah Rp13.400 per dolar,” tegas Marwan.
Marwan menegaskan, rencana untuk kembali menukarkan uang haji dari dolar kembali menjadi rupiah sangat berbahaya.
“Harus hati-hati karena kita telah mengatakan kepada pemerintah bahwa uang jemaah yang telah melunasi ongkos hajinya itu akan menjadi tanggungjawab pemerintah yang tahun depan akan berangkat. Nanti kalau tahun depan rupiahnya sedang tidak baik itu bisa defisit dan sangat berbahaya,” kata Marwan.
Marwan mengatakan hal tersebut lantaran tidak ada yang dapat memprediksi harga dolar tahun depan. Mungkin, kemarin menukarkan dengan harga Rp13.400 nanti ketika ngin mengkonversi lagi ke dolar ternyata sudah sampai Rp16.000.
“Siapa yang menanggung itu. Jadi urusan mengenai tugas BI untuk menyetabilkan nilai tukar rupiah itu bukan urusan nya Pak Anggito. Tata cara pengelolaan dana haji yang masuk pada pasal 45 sampai 50 itu penempatan investasi, penempatan investasi itu bermacam-macam bisua di bank umum dan di pinjam oleh negara itu berbeda,” tandas Marwan.
Sebelumnya, jagat media sosial ramai terkait dengan kabar akan digunakan dana haji sebesar USD 600 juta atau Rp8,5 triliun bukan untuk memperkuat rupiah.
Di tahun 2020 sendiri pemerintah telah membatalkan pemberangkatan haji Indonesia lantaran adanya wabah Corona atau Covid-19.
Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu mengklarifikasi bahwa dana haji sebesar USD 600 juta atau Rp8,5 triliun bukan untuk memperkuat rupiah.
Hal ini menanggapi pemberitaan yang beredar pada Selasa (2/6/2020) yang menyatakan dana haji dalam bentuk valuta asing dipakai untuk memperkuat rupiah.
Anggito menjelaskan, berita tersebut muncul berasal dari acara internal halal bihalal BPKH dengan Bank Indonesia pada tanggal 26 Mei 2020, saat BPKH mengadakan silaturahmi kepada Gubernur dan jajaran Gubernur Bank Indonesia (BI), sekaligus memberikan update perkembangan dana haji.
“Kami merasa bahwa pemberitaan 2 Juni tersebut sudah menimbulkan kesan, bahwa pertama, dana haji dipakai untuk memperkuat rupiah; kedua, dana haji itu menjadi alasan pembatalan haji 2020, hal tersebut kami katakan tidak benar sama sekali,” tegasnya.
Memang sebelumnya, di depan Gubernur dan Deputi Gubernur BI, Anggito menyampaikan ucapan Selamat idul Fitri 1441 H secara online, menginformasikan terkait update mengenai dana haji, yang meliputi dana kelolaan, investasi dan dana valuta asing, serta kerjasama BI dan BPKH mengenai kantor di Bidakara, pengelolaan valuta asing dan rencana Cashless Living Cost Haji dan Umrah.
Laporan: Muhammad Lutfi