KedaiPena.Com – Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKS Amin AK menilai badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di tengah wabah Covid-19 semakin menunjukan adanya kesalahan dalam tata kelola ketenagakerjaan dan pembukaan lapangan kerja untuk rakyat domestik.
Pasalnya, kata dia, sejak pekan ke-4 Kebijakan Pembatasan Sosial mulai diterapkan, gelombang PHK terus bermunculan di tanah air.
“Di Jakarta, sebanyak 16.065 pekerja di-PHK dan 72.770 pekerja dirumahkan (Data Disnakertrans DKI Jakarta). Sedangkan di Jawa Timur ada 814 karyawan (1,48%) di PHK akibat pandemi Covid-19 (data Gugus Sosial Ekonomi Percepatan Penanganan COVID-19 Jawa Timur). Di Jawa Tengah, 40 pabrik Industri dan perusahaan stop produksi (data APINDO Jawa Tengah),” kata Amin AK kepada wartawan, Kamis, (9/4/2020).
Amin AK menjelaskan jika mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2019 sendiri sebesar 5,28% atau mencapai 7,05 juta orang.
“Angka pengangguran tersebut naik secara jumlah dibandingkan Agustus 2018 sebesar 7 juta orang atau turun secara persentase sebesar 5,34%,” ungkap dia.
Tidak hanya itu sejak tahun 2016, kata Amin AK, jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) terus meningkat 5-10 persen per tahun. Khusus tahun 2018 adalah peningkatan TKA tertinggi, hingga 10,8 persen atau dari 85.974 orang menjadi sekitar 95.335 orang dengan terbanyak dari Cina 33,7 persen.
“Ironis, bila lapangan kerja untuk TKA terus dibuka, pada saat yang sama, PHK massal terus terjadi akibat wabah Covid-19,” jelas Amin AK.
Amin AK menjabarkan bahwa banyaknya karyawan yang di-PHK dan dirumahkan juga disebabkan oleh dua hal. Pertama, demand menurun drastis dan kedua kebijakan social distancing akibat mewabahnya Covid.
“Industri manufaktur adalah yang pertama kali terpukul akibat wabah ini. Pabrik garmen, tekstil, otomotif, elektronik mengencangkan ikat pinggang. Seharusnya menjelang Ramadan, industri manufaktur menggenjot produksi, tapi kini justru buruh libur bergantian, tidak ada lembur, sebagian dirumahkan dan di-PHK,” papar dia.
Amin AK menerangkan industri manufaktur adalah penyumbang terbesar PDB tahun 2019, sebesar 19,62 %. Menurunnya performa industri manufaktur akan berdampak signifikan terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi, dan akibatnya menurunkan lapangan kerja.
“Kondisi industri seperti ini (dan diperkirakan akan terjadi dalam waktu yang lama sepanjang tahun 2020), karena tidak ada satu pihak pun yang dapat melawan,” tutur dia.
Oleh sebab itu, Amin AK meminta agar perusahaan dan Industri atau bisnis apapun harus memiliki agility (kelenturan) produk dan berbagai varian barang produksi dan jasa.
Mereka, kata Amin AK, juga harus bisa mengubah line production, dari garmen pakaian atau t-shirt menjadi produksi APD dan masker. Dari industri produksi mesin industri menjadi pengadaan alat ventilator.
“Atau industri kimia yang memproduksi handsanitizer, vitamin dan lain-lain. Industri perhotelan yang menyediakan kamar untuk isolasi bagi ODP dan PDP. Sektor industri bisa didorong untuk memproduksi kebutuhan tersebut, sehingga harga di masyarakat jauh lebih murah,” tutur Amin AK.
Pemerintah, tegas Amin AK, juga perlu memberikan insentif fiskal dan kemudahan perizinan serta anggaran untuk percepatan produksi alat dan kebutuhan tersebut.
“Instrumen fiskal diberikan tepat sasaran dan tepat jumlah (anggarannya). Pilihan instrumennya adalah Pembebasan bea impor bahan baku bagi industri, insentif pajak dan subsidi harga khusus produksi UMKM,” tandas Amin AK.
Laporan: Muhammad Hafidh