KedaiPena.Com – Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan, bahwa ada korelasi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dengan jumlah total utang yang dimiliki Indonesia kini.
Jika diketahui, posisi utang pemerintah sendiri sudah Rp4.169 triliun per akhir Mei 2018.
Dari jumlah tersebut, 41 persen di antaranya berdenominasi valuta asing (valas), baik dalam bentuk pinjaman, SBN (Surat Berharga Negara), maupun SBN Syariah.
“Dengan komposisi utang valas yang demikian besar, maka pembayaran beban utang, baik cicilan jatuh tempo maupun bunga, tentunya terikat pula dengan mata uang asing,†ujar Fadli kepada wartawan, Selasa (2/7/2018).
Fadli pun menyebut, ada tiga mata uang asing yang mendominasi utang Indonesia saat ini. Ketiga mata uang tersebut antara lain ialah dollar AS, yen Jepang, dan euro Eropa.
“Sehingga, dampak dari pelemahan rupiah terhadap sejumlah mata uang asing utama, termasuk dolar AS, pasti akan menambah jumlah utang dalam rupiah dan menambah beban APBN,â€tegas Fadli.
Fadli pun menyebut, jika disetarakan, jumlah utang Indonesia saat ini dalam bentuk valas ekuivalen dengan 109,6 miliar dolar AS. Sehingga, setiap kali nilai tukar rupiah terdepresiasi Rp100, maka jumlah utang kita akan naik lebih dari Rp10 triliun.
“Semakin besar depresiasinya, jumlah nominal yang harus kita bayar juga menjadi semakin besar. Itu baru bab utang pemerintah, belum lagi jika kita membahas utang sektor publik secara keseluruhan yang hampir Rp9.000 triliun,†imbuh Fadli.
“Atau jika kita ikut memperhitungkan utang swasta yang per Februari 2018 sudah mencapai Rp2.351,7 triliun. Besar sekali resiko yang bisa kita terima akibat depresiasi nilai tukar ini,†sambung dia.
Tidak hanya itu, Fadli memaparkan, jika nilai tukar rupiah sampai tembus lebih dari Rp14.500, maka kira kita harus kembali bersiap menghadapi krisis ekonomi. Malah sekarang ini bisa dikategorikan awal krisis.
“Apalagi, pada saat bersamaan, neraca perdagangan dan neraca pembayaran kita posisinya juga tak bagus. Dalam periode Januari hingga Mei 2018, empat kali kita mengalami defisit neraca perdagangan,†tegas Fadli.
Laporan: Muhammad Hafidh