KedaiPena.Com- Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengingatkan komitmen Menteri BUMN Erick Thohir untuk membenahi tata kelola BUMN dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).
GCG sendiri merupakan prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang dan etika berusaha.
“Prinsip GCG yang meliputi transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi kemandirian dan kesetaraan sejauh ini masih menjadi ‘pelajaran’ yang dihafal belum menjadi tata kelola yang dilaksanakan dengan baik,” kata Amin Ak dalam keterangan, Minggu, (1/11/2020).
Amin Ak menjelaskan, indikator sederhananya bisa dilihat dari berbagai masalah akut yang terjadi di tubuh BUMN seperti kasus-kasus korupsi, banyaknya BUMN yang rugi, besarnya utang dan kesulitan likuiditas.
‘Belum tuntasnya kasus mega skandal Jiwasraya, penyuapan oleh direksi PT PAL dan masih banyak lagi kasus korupsi yang terungkap . Yang terbaru misalnya, temuan yang diduga pemberian upeti dari PT Dirgantara Indonesia kepada sejumlah pejabat publik sebesar Rp178 miliar,” tegas Amin Ak.
Tidak hanya itu, lanjut Amin Ak, masyarakat juga dikejutkan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di tubuh PT Garuda Indonesia.
Padahal, kata dia, Juli 2020 lalu maskapai tertua di Indonesia itu menerima suntikan Rp8,5 triliun dana talangan dari APBN lewat mekanisme mandatory convertible bond ( MCB) atau obligasi wajib konversi.
“Artinya dana talangan tersebut secara otomatis nantinya akan menjadi tambahan penyertaan modal pemerintah ke PT Garuda Indonesia,” tutur Amin Ak.
Amin juga menyoroti banyaknya penunjukan komisaris BUMN yang tidak berbasis kompetensi. Baik yang berasal dari Tim Sukses, rekomendasi Partai Politik maupun unsur lainnya.
“Jumlahnya juga melebihi kebutuhan. Misalnya Komisaris PT PLN (Persero) berjumlah 10 orang. Ditambah lagi temuan Ombudsman, paling sedikit ada 397 orang yang duduk di kursi komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan dan 167 orang yang juga terindikasi hal yang sama duduk di kursi anak usaha. Hal tersebut menjadikan beban BUMN makin berat dan semakin jauh dari harapan untuk bisa mencapai tujuan pendiriannya,” kata Amin Ak.
Amin Ak menambahkan, sesuai dengan UU Perseroan Terbatas (PT), tugas dewan komisaris adalah memastikan bahwa tindakan eksekutif (dewan direksi) sudah sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG).
“Untuk menjalankan fungsinya dengan efektif, dewan komisaris diberi alat kelengkapan lainnya, seperti komite audit,” tutur Amin Ak.
Selain UU, lanjut Amin Ak, juga ada Peraturan Menteri BUMN PER-01/MBU/2011 yang mengatur perilaku BUMN dengan pedoman tata kelola BUMN.
“Aturan ini secara jelas telah mengatur bagaimana perusahaan negara harus dikelola sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan. Untuk mengukur level GCG BUMN, setiap tahun mereka juga harus diaudit oleh konsultan independen GCG,” papar Amin Ak.
Amin Ak menilai, sebelum diangkat jadi direksi BUMN, setiap calon direksi BUMN harus menandatangani pakta integritas.
“Pakta integritas ini mengatur bagaimana perilaku direksi pelat merah dalam mengelola BUMN. Secara garis besar hal yang boleh dan tak boleh dilakukan dinyatakan secara eksplisit,” jelas Amin Ak.
“Sayangnya, banyak oknum pejabat BUMN yang hanya menandatangani pakta integritas tapi mengabaikan prinsip-prinsip di dalamnya,” tambah mantan auditor tersebut.
Bahkan di era Menteri BUMN Erick Thohir, kata Amin Ak, diterbitkan core values bagi seluruh pejabat dan karyawan BUMN yaitu AKHLAK, yang merupakan akronim dari amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif dan kolaboratif sebagai budaya baru BUMN.
Seperti dikatakan Menteri Erick, AKHLAK merupakan panduan bagi manajemen BUMN untuk dapat bekerja dengan benar demi kepentingan bangsa, bukan kepentingan pribadi atau kelompok.
“Semua aturan sudah ada dan bagus isinya, yang belum adalah penerapannya secara konsekuen,” tegas Amin Ak.
Laporan: Sulistyawan