KedaiPena.Com– Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengaku prihatin dengan terungkapnya fakta keterlibatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang meminta uang Rp 10 miliar dengan membuat proyek fiktif berupa patching atau penambalan pada Jalan Tol MBZ pada tahun 2021.
Permintaan uang oleh BPK diketahui dalam persidangan kasus korupsi dalam proyek konstruksi pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000 alias Tol MBZ dengan saksi Direktur Operasional PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP) Sugiharto.
“Auditor BPK yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas dan penjamin transparansi malah menjadi bagian dari masalah korupsi itu sendiri. Hal ini tidak hanya merusak citra BPK sebagai lembaga independen, tetapi juga menghambat proses penegakan Good Corporate Governance (GCG) di tubuh BUMN,” tegas Amin sapaanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis,(16/5/2024).
Amin memandang, masih adanya auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berperilaku koruptif akan menghambat upaya penegakan GCG di BUMN. BPK semestinya menjadi benteng terdepan pencegahan kasus korupsi baik di lembaga pemerintahan maupun BUMN.
Salah satu dampak langsung dari perilaku koruptif ini adalah terganggunya proses audit yang seharusnya menjadi alat kontrol efektif terhadap penerapan prinsip-prinsip GCG di BUMN.
“Ketika auditor yang bertugas melakukan pemeriksaan justru terlibat dalam tindakan korupsi, maka hasil audit tidak lagi dapat diandalkan. Ini berarti bahwa laporan keuangan yang seharusnya mencerminkan kondisi riil perusahaan bisa dimanipulasi,” papar Amin.
Selain itu, kata Amin, korupsi yang melibatkan auditor BPK juga menciptakan ketidakadilan bagi BUMN yang telah berusaha keras menerapkan GCG.
Menurut Amin, BUMN yang patuh terhadap prinsip-prinsip GCG akan merasa dirugikan ketika melihat BUMN lain yang mungkin tidak sepatuh mereka, bisa lolos dari pengawasan atau memperoleh opini WTP karena adanya kolusi dengan auditor BPK.
“Ini sangat disayangkan, auditor yang seharusnya bersikap objektif dan independen, justru terjebak dalam praktik suap dan gratifikasi. Ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pengawasan yang seharusnya menjaga auditor BPK agar tetap berada pada jalur yang benar,” kata Amin.
Amin mengingatkan, bahwa upaya meningkatkan kualitas GCG di BUMN sangat penting. Idealnya hal itu bisa dilakukan dengan memperkuat sistem internal kontrol, meningkatkan kompetensi SDM, dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil selalu berlandaskan pada prinsip-prinsip GCG.
“Penegakan prinsip GCG di BUMN adalah sebuah proses yang membutuhkan komitmen dan kerja keras dari semua pihak. Tanpa adanya integritas dari auditor BPK, upaya tersebut akan selalu menemui hambatan,” tutur dia.
Oleh karena itu, tegasnya, perbaikan sistem dan peningkatan integritas auditor BPK harus menjadi kunci utama dalam mewujudkan GCG yang efektif di BUMN.
Amin pun mendesak agar dilakukan reformasi menyeluruh di BPK, mulai dari proses rekrutmen, pelatihan, hingga sistem pengawasan yang lebih ketat.
“Peningkatan transparansi dan akuntabilitas juga harus menjadi prioritas, agar publik dapat memantau dan mengevaluasi kinerja auditor BPK,” beber dia.
Selain itu, lanjut dia, pemberian sanksi yang tegas dan adil bagi auditor yang terbukti melakukan tindakan koruptif harus dilakukan untuk memberikan efek jera.
“Karena bagaimanapun, sulit menegakkan tata kelola yang baik di lembaga pemerintahan maupun BUMN jika masih ada auditor BPK yang berperilaku koruptif. Sangat penting untuk menjaga integritas auditor BPK dan transparansi kinerjanya agar GCG dapat ditegakkan dengan baik. Sehingga masa depan BUMN dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan bisa lebih baik,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena