KedaiPena.Com – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani (SMI) dapat terbuka dan transparan soal utang yang didapat oleh pemerintah Indonesia saat ini.
“Semua hal kesepakatan perlu terbuka dan transparan. Benefitnya apa saja dan untung ruginya mesti disampaikan,” ungkap Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Qodratullah, Kamis (21/5/2020).
Hal tersebut, lanjut Najib, perlu dilakukan oleh SMI sapaan khas Sri Mulyani lantaran saat ini banyak pihak membandingkan bunga utang yang didapat BRI jauh lebih murah dengan milik pemerintah.
“Banyak pakar ekonomi nasional memberikan pendapat utang yang didapat oleh SMI kemahalan (dibanding BRI). Saya masih berfikir apakah hal itu bisa dijadikan perbandingan atau tidak. Istilahnya harus apple to apple,” kata Najib.
Najib melanjutkan, hal tersebut wajib dilakukan lantaran rakyat juga perlu tahu dengan apa yang sudah dan sedang dikerjakan SMI saat ini.
“Apakah semua utang yang didapat tersebut semuanya bisa dikatakan worth it bagi rakyat atau tidak. Jelas harus transparan dan dapat diipertanggung jawabkan,” beber Najib.
Najib menegaskan, transparansi soal utang yang didapat pemerintah perlu dilakukan untuk mengetahui peran kreditur. Najib menduga kreditur terlalu banyak ikut campur ke dalam urusan kepentingan nasional.
“Itu mesti dipastikan juga.Sebaiknya hal ini sekaligus pertanyaan saya disampaikan kepada SMI,” tandas Legislator asal Jawa Barat ini.
Diketahui, banyak pihak membandingkan bunga pinjaman Bank Rakyat Indonesia (Persero) dari 13 bank asing jauh lebih murah dari yang didapat oleh pemerintah saat ini.
BRI mendapat global bond berbunga rendah yang rata-rata di bawah 2 persen. Global bond tersebut adalah di bawah global bond yang diterbitkan pemerintah sendiri.
BRI mendapatkannya dari 13 bank asing sebesar 1 miliar dolar AS atau setara Rp14,93 triliun dengan kurs Rp 14.932 per dolar AS.
Posisi utang pemerintah hingga akhir April 2020 mencapai Rp 5.172,48 triliun. Utang ini turun Rp 20,08 triliun dibandingkan dengan bulan Maret yang tercatat Rp 5.192,56 triliun.
Sedangkan, jika dibandingkan dengan April 2019 yang tercatat Rp 4.528,45 triliun, posisi utang ini mengalami peningkatan cukup besar yakni Rp 644,03 triliun.