KedaiPena.Com – Diterbitkannya Perpres No. 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN TA 2020, mencatat kenaikan pembiayaan utang pemerintah menjadi Rp1.006,4 triliun dari perencanaan semula sebesar Rp351,8 triliun.
Kenaikan tersebut seiring dengan meningkatnya outlook defisit anggaran yang kini mencapai 5,07 persen untuk membiayai belanja stimulus pemerintah dalam rangka penanganan pandemi.
“Penambahan nominal utang serta peningkatan proyeksi rasio utang terhadap PDB tahun ini dapat dianggap sebagai konsekuensi logis atas kejadian luar biasa akibat pandemi. Namun, bukan berarti pengelolaan utang saat ini sudah optimal, selalu ada ruang untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin, Minggu (10/5/2020).
Putkom begitu ia disapa mengatakan, hal itu bisa dilakukan dengan dukungan peraturan terkait manajemen risiko keuangan negara dan penerapan analisis keberlanjutan fiskal dan utang pemerintah secara komprehensif.
“Hal ini sebagaimana rekomendasi atas hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan pada sidang paripurna pada 5 Mei lalu,” tutur Ketua Kaukus Pemuda Parlemen Indonesia ini.
Putkom menjelaskan, per akhir Maret 2020, akumulasi posisi utang pemerintah mencapai Rp5.192,56 triliun atau naik sebesar Rp244,38 triliun atas posisi utang pada Februari 2020, dengan rasio total utang pemerintah terhadap PDB mencapai 32,12 persen.
Rasio tersebut, lanjut Putkom diproyeksikan melonjak hingga 36 persen akibat potensi peningkatan beban utang seiring dengan prediksi dinamisnya outlook defisit anggaran sepanjang 2020.
“Walaupun lonjakan rasio tersebut masih di bawah ambang batas yang ditetapkan dalam UU Keuangan Negara, yaitu maksimal 60 persen terhadap PDB, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan rasio total utang terhadap PDB tahun 2019 sebesar 29,8 persen dan 10 tahun terakhir yang tidak melebihi 30 persen,” beber Putkom.
Politisi muda Partai Golkar ini melanjutkan, dalam keadaan normal optimalisasi pengelolaan utang diperlukan.
Terlebih saat ini, ketika hampir semua asumsi dasar makro dan keadaan pasar mengalami tekanan luar biasa yang tidak pernah diprediksi sebelumnya.
“Justru inilah saatnya pengelolaan utang yang baik perlu ditingkatkan untuk semakin hati-hati, akuntabel, dan transparan. Tentu dengan tetap menjaga agar sesuai ambang batas rasio dan tata kelola komposisi utang yang terukur, serta memperbaiki produktivitas penggunaan utang untuk menghindari kehilangan peluang,” tukas Puteri.
Optimisme di Tengah Pandemi
Bank Indonesia (BI) memprediksi penguatan nilai tukar rupiah tahun 2020 berada pada kisaran Rp15.100–15.500 per USD. Kurs rupiah sempat mengalami depresiasi cukup dalam hingga di atas Rp16.620 per USD pada pertengahan Maret lalu, seiring eskalasi wabah pandemi Covid-19 di Indonesia.
Outlook penguatan stabilitas nilai tukar Rupiah diperkirakan menguat ke arah Rp15.000 per USD mulai kuartal III dan IV tahun 2020. Sementara, kurs Rupiah hari ini (8/5) dibuka pada Rp15.025 per USD.
Putkom pun menyambut dengan optimis atas prediksi menguatnya nilai tukar rupiah pada semester kedua tahun ini, khususnya setelah kita dihadapkan dengan gejolak pasar yang begitu berat sejak awal tahun.
Optimisme ini, lanjut Putkom, tentu tidak membuat kita berpangku tangan lantaran dengan sentimen positif akan stabilitas nilai tukar rupiah perlu didukung dengan pengelolaan APBN yang produktif.
“Saya berharap hal ini juga dapat dibarengi dengan peningkatan kinerja pemerintah dan otoritas terkait seperti BI, OJK, dan LPS dalam merumuskan operasi fiskal dan moneter,” tutup Putkom.
Laporan: Muhammad Hafidh