KedaiPena.Com – Jaringan Kerja Prolegnas pro perempuan (JKP3), Forum Pengada Layanan (FPL), dan Gerakan Masyarakat Sipil Sahkan RUU KS (Gemas) menilai DPR RI sebagai wakil rakyat tidak serius dan menganggap bahwa permasalahan kekerasan seksual Indonesia harus segera dituntaskan.
Hal tersebut lantaran tidak segera dituntaskan jaminan perlindungan terhadap warga negaranya melalui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh DPR sebagai pihak yang menyusun program legilisasi nasional (Proglegnas).
“Disamping itu, tidak adanya pelibatan masyarakat dalam pembahasan RUU yang pada sidang kemarin (Senin, 26/8/2019) dilakukan secara tertutup, artinya DPR telah menghalangi proses demokrasi bagi warga negara untuk ikut memantau dan memberikan masukan selama proses pembahasan RUU tersebut,” ujar Koordinator JKP3 Ratna Batara Murti dalam perbincangan, Rabu, (28/8/2019).
Tidak hanya itu, lanjut dia, di pembahasan perdana pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual antara Tim Panja Pemerintah dan DPR RI, Senin, (27/8/2019) hanyhanya ada 3 peserta dari Komisi VIII DPR RI yang hadir di ruangan dan mengisi daftar hadir rapat, salah satunya yaitu anggota Panja Fraksi PKB Lilis Santika.
“Menurut Pimpinan Sidang Rapat ini dapat dimulai karena sudah ada keterwakilan 7 fraksi yang hadir. Meskipun yang terlihat dan menurut absen hanya 2 fraksi. Pembahasan ini tidak dihadiri oleh sebagian besar anggota Panja DPR dari jumlah 26 orang panja, padahal jadwal pembahasan RUU ini telah diagendakan jauh-jauh hari,” ungkap dia.
Dengan kondisi demikian, dia meminta, agar partai politik melalui fraksi dan pimpinan DPR memerintahkan anggotanya untuk hadir dalam setiap pembahasan.
“Mengijinkan masyarakat sipil hadir dan memantau proses pembahasan dan pimpinan DPR RI untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja Panja RUU P-KS agar menghasilkan kemajuan dalam pembahasan, terutama menyepakati judul, sistematika, tindak pidana kekerasan seksual, hak- hak korban, dan hukum acara,” kata dia.
Dia juga meminta agar setiap Ketua Fraksi untuk memastikan komitmen Partai dilaksanakan anggota DPR dalam Panja RUU PKS sehingga janji DPR RI agar RUU ini bisa disahkan sebelum bulan Oktober 2019 dapat diwujudkan.
“Segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual pada periode ini sebagai bentuk keseriusan DPR dan Pemerintah atas situasi genting terkait banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi, namun belum ada dasar hukum bagi Aparat Penegak Hukum memberikan perlindungan bagi korban dan saksi,” pungkas dia.
Sebelumnya, pemerintah melalui menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Yohana Yembise berharap Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) rampung tepat waktu. RUU tersebut sejatinya disahkan pada September 2019.
“Saya berusaha keras Undang-undang itu keluar September, Undang-undang PKS,” kata Yohana
Yohana menyebut RUU PKS merupakan inisiatif DPR RI. RUU itu juga masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Laporan: Muhammad Hafidh