KedaiPena.Com – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Hafisz Thohir mengungkapkan sejumlah dampak atas pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang nyaris tembus ke Rp 14.000.
Menurut Hafisz begitu ia disapa dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar ialah aliran modal asing yang keluar dapat semakin tinggi.
“Saat ini, lebih dari Rp 8,6 triliun (‘year to date’/ytd) sejak awal 2018. Ini merupakan akibat langsung dari dari ‘yield treasury’ atau surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun yang meningkat ke 2,9% tertinggi dalam 4 tahun terakhir,” imbuh Hafisz dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, Kamis (26/4/2018).
“Otomatis ‘yield spread’ dari SBN (Surat Berharga Negara) Indonesia akan semakin sempit. Investor akhirnya mencatat penjualan bersih dengan memburu surat utang AS,” sambung dia.
Tidak hanya itu, lanjut dia, dampak kedua dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar ialah daya saing produk Indonesia baik domestik maupn ekspor, menjadi lemah.
“Karena beberapa sektor industri bergantung pada impor bahan baku dan barang modal. Apabila dollarnya kuat, maka biaya produksi pasti naik sehingga mengakibatkan harga barang jadi lebih mahal,” ia melanjutkan.
“Sementara konsumsi domestik masih stagnan, maka pengaruh terhadap profit pada pengusaha akan semakin rendah,” jelas dia.
Hafisz juga melanjutkan, beban pembayaran cicilan dan bunga utang luar negeri pemerintah serta korporasi akan semakin besar. Risiko gagal bayar akan naik apalagi jika ada utang swasta yang belum dilindung nilai (‘hedging’).
“Tentunya indonesia sebagai net importir minyak mentah sangat sensitif terhadap pergerakan dolar mengingat impor minyak kita cukup besar (tercatat 500 ribu barel/hari). Jika dolar menguat terhadap rupiah, harga BBM akan tertekan baik yang subsidi maupun non-subsidi,” beber dia.
Laporan: Muhammad Hafidh