KedaiPena.Com – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mendorong koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait, utamanya seluruh jajaran pemerintah daerah guna menimalisir maraknya penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara nonprosedural.
“Adanya UU no 18 tahun 2017 yang menggantikan UU no 39 tahun 2004, telah berdampak pada terjadinya perubahan tata kelola Pelindungan dan Penempatan PMI. Dimana pada UU sebelumnya, pemerintah daerah sama sekali tidak terlibat dalam tata kelola penempatan dan pelindungan PMI,” jelas Kepala BP2MI, Benny Rhamdani dalam keterangan, ditulis, Sabtu, (3/10/2020).
Dalam UU 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, lanjut Benny, telah memberikan kewenangan kepada Pemerintah daerah, baik Pemerintah Provinsi, Kabupate, Kota dan Desa, yang diamanatkan pada pasal 40, 41, dan 42.
Namun demikian, kata Benny, dalam kenyataannya, masih banyak Pemerintah Daerah (Pemda) yang belum memahami mandat dari UU No 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Adapun beberapa hal yang perlu segera dilakukan oleh Pemerintah Daerah pertama, memfasilitasi pendidikan dan pelatihan melalui BLKLN yang berkualitas, hal ini untuk mendukung kebijakan pembebasan biaya pelatihan bagi calon PMI,” kata Benny.
Kedua, lanjut Benny, memfasilitasi berdirinya LTSA (Layanan Terpadu Satu Atap) yang merupakan sentra pelayanan bagi PMI yang terdiri dari beberapa unsur instansi terkait.
“Seperti migrasi, Kepolisian, Dukcapil, Dinas Ketenagakerjaan, BPJS dan BP2MI,” tegas Benny.
Ketiga, kata Benny, mengawasi kualitas LPK (swasta) di daerah, sehingga akan menghasilkan calon PMI yang mempunyai kompetensi.
“Keempat, melakukan edukasi dan sosialisasi bagi calon PMI di daerahnya. Kelima, melakukan pemberdayaan bagi PMI yang telah selesai bekerja di negara penempatan. Keenam, pembentukan Peraturan Daerah yang mendukung pelindungan terhadap PMI,” tegas Benny.
“Apabila tidak terdapat penguatan peran Pemerintah Kabupaten/Kota/Desa dalam pelaksanaan tata kelola penempatan dan pelindungan PMI, maka akan semakin banyak lagi pengiriman PMI secara nonprosedural dengan kualitas kompetensi yang rendah, sehingga akan menimbulkan kasus-kasus PMI di negara-negara tujuan penempatan,” sambung Benny.
Untuk mencegah pengiriman PMI secara illegal ini, BP2MI juga telah membentuk Satgas Pemberantasan Sindikat pengiriman PMI secara illegal yang di-launching pada Hari Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2020 lalu.
“Dalam memberantas sindikat pengiriman PMI secara ilegal ini membutuhkan kerja-kerja kolaborasi, serta dukungan dari seluruh stakeholder termasuk pemerintah daerah. Disamping itu, BP2MI juga akan segera memetakan daerah yang menjadi kantong-kantong PMI, pola perekrutan dan pola pengiriman PMI secara illegal ke negara-negara tujuan penempatan,” tandas Benny.
Laporan: Muhammad Hafidh