KedaiPena.Com- Menteri BUMN, Erick Thohir diingatkan untuk memperkuat riset dan pengembangan (R &D) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk BUMN Pangan pascarestrukturisasi.
Salah satu pekerjaan rumah yang mendesak bagi BUMN Pangan saat ini adalah mendongrak produktivitas kedelai lokal yang saat ini hanya separuh dari produktivitas kedelai impor.
Demikian disampaikan oleh Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak saat menanggapi melonjaknya harga kedelai di awal tahun 2021.
“BUMN Pangan harus memperkuat riset kedelai dan bersinergi dengan perguruan tinggi maupun Litbang Pertanian untuk menghasilkan benih unggul. Saya dengar, Balitbang Pertanian sudah mampu menghasilkan benih dengan produktivitas 3 – 3,5 ton per ha, harusnya teknologi ini bisa diadopsi dan dikembangkan bersama,” ujar Amin, Senin, (11/1/2021).
Selain problem produktivitas, kata Amin Ak, faktor harga jual di tingkat petani dinilai berpengaruh besar terhadap pengembangan kedelai lokal.
Oleh karena dianggap tidak menguntungkan, petani pun memilih menanam komoditas lain. Maka penguatan riset kedelai, kata Amin, juga harus didukung kebijakan yang bisa menghasilkan model budidaya kedelai yang efisien dan ekonomis.
“Efisiensi produksi akan menjadi insentif agar petani memperoleh pendapatan yang lebih baik, sehingga mereka bergairah menanam kedelai,” tutur Amin.
Berdasarkan data BPS tahun 2017, biaya produksi kedelai berkisar antara Rp9 juta – Rp9,5 juta per ha. Jika produktivitas hanya 1,5 ton maka, biaya produksi per ton mencapai Rp6,3 juta atau sekitar Rp6.300 per kg. Sedangkan jika produktivitasnya mencapai 2 ton/ha, maka biaya produksi bisa ditekan menjadi Rp4,75 juta per ton atau Rp4.750 per kg.
Sementara itu, menurut data Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), harga kedelai impor di gudang Bulog sebelum terjadi kenaikan berkisar Rp6.000 – Rp7.000 per kg. Artinya jika ingin kompetitif, biaya produksi kedelai lokal idealnya dibawah Rp5.000 per kg, sehingga dengan harga jual Rp6.000 – Rp7.000, maka petani sudah bisa untung.
Harga kedelai impor sendiri sejak Agustus lalu terus merangkak naik dari Rp8.200 per kg kini sudah mencapai Rp9.000 per kg. Kondisi ini, kata Amin, harusnya menjadi peluang bagi peningkatan produksi kedelai lokal.
Di sisi hilir, para pengrajin tahu dan tempe membutuhkan kedelai kualitas nomor wahid karena mempengaruhi efisiensi produksi. Seperti dikatakan Ketua Umum Gakoptindo, Aip Syaifudin, kedelai kualitas pertama bisa menghasilkan 1,7 potong tempe per kilogram kedelai. Sedangkan kualitas kedua hanya menghasilkan tempe 1,5 potong per kilogram kedelai.
“Saya minta BUMN Pangan bekerja keras memperbaiki tata kelola bisnis kedelai, mulai dari model budidaya yang efisien hingga tata niaga yang menguntungkan petani maupun industri tahu dan tempe,” tandas Amin.
Laporan: Muhammad Hafidh