KedaiPena.Com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin mengkhawatirkan per Jumat, (31/8/2018). Dikutip dari Reuters, dolar AS hingga siang ini bergerak di level Rp 14.695 hingga Rp 14.799.
Sementara itu, data lain menyebut, sekitar pukul 12:00 WIB, US$1 ditransaksikan pada Rp 14.725 di pasar spot. Rupiah melemah 0,27% dibandingkan penutupan perdagangan Kamis kemarin.
Bahkan, harga jual dolar AS di salah satu bank nasional telah menembus di atas Rp 14.900/US$. Ini merupakan harga jual dolar ke nasabahnya dengan menggunakan kurs jual.
Nilai tukar rupiahnya sejatinya sejak tahun 2018 tidaklah pernah stabil. Dolar semakin perkasa terhadap rupiah setiap bulannya.
Pada Januari 2018, kurs masih berada pada Rp13.413, tetapi selanjutnya terus melemah mencapai Rp14.404 per akhir Juni 2018. Jika melihat kondisi dari awal tahun, hingga akhir Juni rupiah telah terdepresiasi sebesar 5,72 persen.
Mirip seperti periode sebelumnya, adanya fluktuasi rupiah terhadap dolar AS memangkas cadangan devisa. Per akhir Juni, nilai cadangan devisa menyusut $12,14 miliar menjadi $119,84 miliar dari $131,98 miliar di Januari 2018.
Saat ini cadangan devisa per Juni 2018 masih bisa dikatakan dalam level aman, yaitu hanya mampu membiaya 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.
Sejak akhir Juni 2018, nilai tukar tetap memperlihatkan tren yang menurun, yaitu Rp14.503 per dolar AS pada 3 Agustus 2018 dari Rp14.404/dolar di 29 Juni 2018.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono menilai bahwa semakin terpuruknya rupiah saat ini disebabkan karena kegagalan fundamental ekonomi Indonesia.
“Defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan menyebabkan penguatan nilai tukar dolar terhadap rupiah membawa malapetaka bukan membawa berkah,†ujar Ferry melalui pesan singkat kepada wartawan, Jumat (31/8/2018).
Kondisi tersebut, kata Ferry, menjadi lebih parah lantaran saat ini Indonesia sangat bergantung kepada impor.
Hal ini tentu, lanjut Ferry, akan berbeda jika posisi Indonesia saat ini menjadi produsen minyak atau eksportir bahan pangan, tentunya penguatan nilai tukar rupiah membawa devisa kita meningkat.
“Ini malah impor semua ya ambruklah. Belum lagi ‘hot money’ yang ada di pasar uang dan surat berharga kita lebih banyak milik asing dan menggunakan dolar jadi ketika mereka tarik uangnya maka jebol likuiditas kita,†imbuh Ferry.
Dengan kondisi demikian, bekas aktivis 98 ini, meminta agar pemerintah untuk jujur kepada rakyat bahwa kita terancam krisis ekonomi.
“Dari pada memanipulasi keadaan demi pencitraan utk pilpres. Jangan korbankan rakyat demi kepentingan pribadi†ujar Ferry.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menilai ada kekhawatiran pasar terhadap pemerintahan Indonesia mengelola moneter terutama soal pengendalian nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kini kian merosot.
Demikian diungkapkannya kepada wartawan di Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (31/8).
“Ini ada kekhawatiran pasar yang terus-menerus yang tidak terobati oleh manuver pemerintah,” ujarnya.
Fahri menyebutan bahwa pemerintah harus bisa mengembalikan lagi kepercayaan publik utamanya pengusaha terhadap mata uang rupiah.
Pasalnya, kata dia, dengan melemahnya rupiah dan ketidakmampuan pemerintah melakukan kendali. Kebanyakan pengusaha banyak beralih menggunakan dolar AS dalam praktek usahanya.
“Mereka mengakomodasi asetnya, invesatasinya sehingga lebih berbasis pada dolar yang dianggap lebih aman nilainya,” jelas Fahri.
Pemerintah sendiri menganggap kondisi ini terhadap tidak terlalu mengkhawatirkan. Sekalipun, dolar hampir menyentuh diangka Rp 18.000 rupiah.
Seperti klaim Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menjelaskan tak hanya rupiah yang mengalami pelemahan, namun juga mata uang di sejumlah negara. BI mencontohkan seperti Swedish Krona melemah 10%, Australian dolar melemah 6%.
“Jadi di seluruh dunia melemah terhadap dolar AS, pertama ini terjadi karena kenaikan bunga acuan bank sentral AS dan kedua merupakan perang dagang AS dan China,” kata Mirza di Singapura, Jumat (31/8/2018).
Menurut dia kondisi tersebut mempengaruhi kondisi mata uang di emerging market. Termasuk Indonesia.
“Tapi mata uang lain juga semuanya melemah jadi bukan sesuatu yang luar biasa ya. Yang penting bahwa stabilitas ekonomi dan keuangan bisa terjaga dengan baik ya likuiditas terjaga baik,” ujar Mirza.
Padahal pada tahun 2015, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, pelemahan nilai tukar rupiah hingga level Rp 15.000 per dollar AS akan menghantam permodalan lima bank nasional.
Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK Irwan Lubis mengatakan, penyataan tersebut didasarkan pada hasil stress test yang dilakukan OJK terhadap perbankan di Indonesia, tetapi Irwan enggan menyebutkan nama sejumlah bank tersebut.
“Depresiasi rupiah terhadap dollar AS jika sampai Rp 15.000 per dollar AS akan meng-hit (menghantam) permodalan satu hingga lima bank nasional,” ujar Irwan seperti dikutip dari Kompas.com pada tahun 2015
Irwan menuturkan, terkait hasil stress test tersebut, OJK sudah memanggil manajemen bank yang kinerjanya berpotensi terganggu oleh pelemahan rupiah.
“Kalau rupiahnya Rp 14.000 per dollar AS, bank-bank di sini masih oke,” kata Irwan kala itu.
Laporan: Muhammad Hafidh