KedaiPena.Com – Sebuah baliho berukuran besar yang diikat di pagar SMAN 1 Plus Matauli Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara ini sekilas tampak biasa saja. Baliho itu milik Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sumatera Utara, jelas karena logo Provinsi serta tulisan besar di bagian atas Baliho tersebut.
Baliho itu berisikan slogan pendidikan Disdik Provinsi Sumatera Utara, yakni “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa’. Tertera juga tulisan ‘Sumut Paten’ yang sudah familiar, karena itu adalah slogan milik Gubernur Sumut saat ini, Tengku Erry Nuradi.
Yang kemudian menjadi menarik, yakni sebuah tulisan sarat nuansa politis menjelang Pilgub Sumut. Bagaimana tidak, Pilgub di provinsi ini akan segera digelar 2018 mendatang. Kabarnya, tahapan akan segera dimulai sejak Juni 2017 tahun ini. Gubernur petahana, Tengku Erry Nuradi santer dikabarkan akan kembali masuk dalam bursa bakal calon terkuat.
“LANJUTKAN,†demikian tulisan tersebut ditulis tak kalah besar dari tulisan ‘SUMUT PATEN’ diatasnya. Tak lupa terpampang juga foto setengah badan Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, lengkap dengan topi khas dan baju dinas sebagai Gubernur serta piagamnya.
Terkait itu, akademisi USU, Fernanda Putra Adela menganggapnya sebagai sebuah ‘Discourse’. Yakni, kata dalam kalimat yang dapat dilihat dari berbagai persepsi.
“Misal persepsi yang lain, melihat spanduk itu sebagai motto gubernur Sumut dalam era kepemimpinannya. Kata ‘lanjutkan’ bisa bermakna Pemprov (Sumut) konsisten dalam mencerdaskan kehidupan bangsa untuk menjadi Sumut yang Paten,†ujar Fernanda dalam pesan singkat Whatsapp, Jumat (27/1).
Sebaliknya, Fernanda menyebut, jika kemudian berangkat dari persepsi masyarakat, slogan itu bisa bermakna berbeda, bahkan memuakkan.
“Kalo dari kaca mata masyarakat tentu slogan-slogan yang terpampang dianggap memuakkan dan kental muatan politis. Tulisan seperti di spanduk seperti itu hanya pada tataran popularitas yang tentu sebagai gubernur popularitas juga tinggi. Tapi belum tentu berkaitan dengan tingkat penerimaan dan keterpilihan di masyarakat,†pungkasnya.
Sementara itu, terkait penggunaan anggaran negara resmi dalam pembuatan baliho bernuansa politis seperti itu, Fernanda menilai masih bisa ditolerir. Kendati, etika pemerintahan tetap harus menjadi catatan penting.
“Sepanjang tidak melanggar regulasi yang ada, tentu ditolerir saja. Makanya sekarang perlu ditekankan etika pemerintahan. Karena yang menganggap itu sebagai slogan politik adalah sebagian masyarakat, mungkin sebagian lagi menganggap itu adalah motto atau slogan pemerintah,†katanya.
Laporan: Dom