KedaiPena.Com – Azaz jujur dan adil dalam pemilu kita semakin jauh dari harapan. Berbagai pihak telah merusak asas itu dan berdampak mengkerdilkan demokrasi kita.
Pengamat kebijakan publik Syafril Sjofyan menilai, salah satu yang menjadi parameter kerdilnya demokrasi di Indonesia adalah disintegritas lembaga survei.
“Salah satu pihak yang telah berkali-kali menciderai prinsip fairplay adalah lembaga survei. Kami menengarai terdapat upaya sistematis dari sejumlah besar lembaga survei untuk membangun opini palsu di tengah masyarakat bahwa paslon Jokowi-Ma’ruf telah unggul dengan margin yang sangat besar (+20%),” kata dia dalam keterangan pers yang diterima KedaiPena.Com, Kamis (28/2/2019).
Margin ini tidak banyak berubah setelah berbulan-bulan kampanye, bahkan setelah fakta-fakta di lapangan menunjukkan dukungan “pecah” kepada Prabowo-Sandi di seluruh penjuru Indonesia. Sementara acara-acara Jokowi-Ma’ruf tidak dihadiri massa sesuai harapan.
“Kekakuan hasil survei di tengah kenyataan yang berubah secara sangat mencolok menimbulkan kecurigaan bahwa lembaga-lembaga survei itu terlibat dalam sebuah skenario busuk,” sambung aktivis Bandung 77/78 ini.
Skenario tersebut adalah menimbun ruang publik dengan survei-survei rekayasa yang memenangkan paslon tertentu dengan margin sangat besar. Survei-survei rekayasa selanjutnya berperan sebagai payung proteksi bagi penyelenggara pemilu untuk “memenangkan” paslon terkait, walau dengan margin tipis.
“Argumen terakhirnya adalah “hasil penghitungan suara KPU tidak berbeda jauh dengan hasil survei lembaga-lembaga survei yang ilmiah-objektif. Menurut hasil penggalangan informasi kami, lembaga-lembaga survei dikontrol hanya oleh segelintir orang saja. Banyak lembaga survei sumber modalnya adalah orang yang sama,” sambung Syafril.
Secara teknis lembaga-lembaga itu bekerjasama dalam seluruh aspek survei. Misalnya secara licik sistem sampling direkayasa, sehingga seorang yang telah diketahui mendukung A akan menjadi responden berulang-kali. Lembaga-lembaga survei diketahui juga saling bertukar data respondent. Dengan demikian hasil survei bisa ditentukan lebih dulu, data menyesuaikan.
“Oleh karena itu kami mengimbau agar masyarakat tidak terlalu mudah mempercayai survei-survei. Apalagi survei yang dibiayai oleh paslon sendiri, mengumumkan survei itu kepada publik pasti diatur agar menguntungkan paslon sendiri,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh