KedaiPena.com – Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono membenarkan bahwa dana bantuan sosial atau bansos dikucurkan oleh pemerintah adalah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM untuk membantu masyarakat ekonomi lemah dalam membeli BBM.
“Ya itu betul. Namun masalahnya, kenaikan harga BBM akan berdampak ke hampir semua komoditas lain, yang harganya akan ikut terkerek naik. Kenaikan harga barang-barang ini selain berdampak luas ke hampir semua barang, umumnya juga berlangsung lama, bahkan permanen. Karena itu dana bansos ini sekedar pelipur lara saja sebenarnya, kecuali jika diberikan permanen juga,” kata Yusuf saat dihubungi, Selasa (30/8/2022).
Lagipula, lanjutnya, Dana Bansos ini kemungkinan besar hanya bagi keluarga miskin yang tercatat dalam DTKS, yang seringkali memiliki exclusion error yang cukup tinggi,
“Jadi ada kemungkinan banyak keluarga miskin tidak menerima. Jika diberikan juga ke pekerja yang bergaji di bawah Rp3,5 juta per bulan, tentu ini hanya akan mencakup pekerja di sektor formal. Padahal sebagian besar pekerja miskin dengan gaji di bawah Rp3,5 juta itu adalah pekerja informal seperti buruh harian, pembantu rumah tangga, dll. Harapannya cuma satu, mereka tercatat dalam DTKS,” ucapnya.
Yusuf membenarkan bahwa subsidi BBM di tengah harga minyak dunia yang tinggi, membebani APBN.
“Namun masalahnya, struktur keuangan negara juga tidak efisien. Misal, bunga utang kini menembus Rp400 triliun per tahun, dan masih banyak pengeluaran besar yang tidak urgent seperti IKN, kereta cepat jakarta -bandung, dll. Lebih jauh, subsidi BBM sebenarnya bisa dibatasi konsumsinya dan dibuat lebih tepat sasaran. Seperti misalnya BBM subsidi hanya untuk motor dan angkutan umum,” ucapnya lagi.
Ia mengungkapkan, pemerintah sebenarnya sudah memiliki road map jangka panjang untuk ketahanan pangan dan energi.
“Permasalahannya adalah di konsistensi kebijakan yang lemah. Umumnya karena tarikan kepentingan jangka pendek. Sebagai misal, saat awal terpilihnya Presiden Jokowi, Kementan telah memiliki roadmap Indonesia lumbung pangan dunia 2045, antara lain target swasembada beras pada 2016, jagung 2017, kedelai 2020, dan daging sapi 2026. Namun ya begitu, konsistensi kebijakan lemah. Target swasembada beras, namun alih fungsi lahan sawah terus berjalan masif, bahkan semakin dipermudah oleh UU Cipta Kerja. Apalagi, aturan terkini semakin turun kualitasnya. Bahkan ada yang dibuat sangat tergesa-gesa, sekedar untuk memberi karpet merah bagi pemilik kapital besar, seperti UU Ciptaker,” tandasnya.
Laporan: Ranny Supusepa