KedaiPena.com – Meski sempat ada kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina, tapi dengan dibom-nya pelabuhan di Laut Hitam, kemungkinan besar, krisis pangan dan energi masih akan terus terjadi. Dan dampaknya akan menyulitkan bagi Indonesia.
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad menyatakan Indonesia mengalami situasi rumit dalam beberapa minggu terakhir. Di satu sisi, ada potensi jebolnya subsidi dan pembatasan pembelian Pertalite akan mulai diberlakukan per awal Agustus.
“Ini merupakan sinyal situasi krisis energi. Kebutuhan BBM kita, sekitar 1.400 hingga 1.500 ribu barrel per hari, sementara produksi hanya sekitar 700 ribu barrel per hari. Jadi, walaupun sudah ada perbaikan sumur tua dan investasi di sektor hulu, tapi sepertinya tak mencukupi,” kata Tauhid, Kamis (28/7/2022).
Selain itu, inflasi global yang bertransmisi ke dalam negeri, ditambah Indonesia harus membayar lebih mahal karena depresiasi nilai tukar, yang sudah mencapai kisaran 5 persen.
“Untuk krisis energi, kebijakan yang tidak tepat mengambil porsi cukup besar. Jika kita melihat di negara lain, misalnya Sri Lanka, saat pasokan berkurang lalu ditambah dengan kebijakan yang tidak tepat, membuat inflasi energi yang lebih tinggi,” ucapnya.
Tauhid menegaskan saat ini yang perlu menjadi fokus adalah bagaimana memilih kebijakan yang tepat dalam menghadapi krisis.
“Bukan hanya terkait suplai tapi juga terkait tranmisi harga bisa diterima masyarakat, termasuk kebijakan subsidi,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa